Hinca Panjaitan Dorong MPR Tetapkan Narkotika Sebagai Bahaya Laten Bangsa

Kiki Apriyansyah | Selasa, 15 Juli 2025 - 15:24 WIB


Hinca menegaskan bahwa penyalahgunaan narkoba sudah menjadi ancaman serius terhadap masa depan bangsa dan harus ditangani melalui pendekatan politik tertinggi.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan (tengah), Direktur Hukum BNN Toton Rasyid (kiri) dan Analis Permasalahan Narkotika Slamet Pribadi (kanan), menjadi pembicara dalam diskusi Forum Legislasi, di Ruang Pusat Penyiaran dan Informasi (PPIP), Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (15/7/2025). Dalam diskusi yang bertajuk "Menuju Regulasi Narkotika yang Berkeadilan: Menimbang Revisi UU 35/2009 tentang Narkotika", mereka membahas sejuamlah persoalan yang akan menjadi bahan pertimbangan dalam rencana Revisi UU Narkotika yang sempat tertunda pada periode sebelumnya.

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Hinca Ikara Putra Panjaitan, menyerukan langkah tegas dalam menghadapi darurat narkotika di Indonesia. Dalam diskusi bersama wartawan parlemen, Hinca menegaskan perlunya pendekatan serius dan politis terhadap penyalahgunaan narkotika dengan mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menetapkan narkoba sebagai bahaya laten bagi bangsa dan negara.

"Ini bukan hanya soal hukum, ini soal ancaman masa depan bangsa. Kalau dulu MPR berani menetapkan komunisme sebagai bahaya laten, kenapa sekarang tidak bisa menetapkan narkotika sebagai ancaman yang sama seriusnya?" kata Hinca dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema "Menuju Regulasi Narkotika yang Berkeadilan: Menimbang Revisi UU 35/2009 tentang Narkotika" di Ruang Pusat Penyiaran dan Informasi (PPIP), Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Hinca mengungkapkan bahwa upaya revisi Undang-Undang Narkotika sempat tertunda karena pemerintah menarik diri dari pembahasan sebelumnya. Ia menegaskan, bola kini berada di tangan pemerintah untuk menunjukkan komitmennya.

“Dulu, Undang-Undang Narkotika bahkan sudah digabung dengan UU Psikotropika. Tapi pemerintah mencabut diri. Kali ini, jangan ulangi kesalahan itu lagi,” tegasnya.

Hinca juga meminta Presiden terpilih Prabowo Subianto nantinya menyatakan perang terhadap narkoba dalam pidato kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR. Ia menganggap hal ini sebagai simbol komitmen politik tertinggi dalam memerangi narkotika di Indonesia.

“Saya akan perjuangkan agar dalam pidato kenegaraan, Presiden menyatakan narkoba sebagai bahaya laten nasional. Kalau setuju, mari kita tepuk tangan bersama,” ucap Hinca disambut tepuk tangan hadirin.

Dalam kesempatan itu, Hinca menyoroti kesalahan besar dalam penegakan hukum terhadap pengguna narkotika. Menurutnya, para pengguna yang sejatinya adalah korban, justru dijebloskan ke penjara akibat kesalahan mendasar sejak proses penyidikan.

"Pengguna itu korban, bukan penjahat. Bandar kaya, pengguna miskin. Negara ini berdosa besar karena memenjarakan orang sakit," katanya tegas.

Ia menyarankan agar ke depan, pengguna narkoba diklasifikasikan sebagai pasien dan diarahkan untuk rehabilitasi, bukan kriminalisasi. Ia bahkan mengusulkan agar negara memberikan amnesti massal bagi para pengguna yang kini memenuhi penjara-penjara di Indonesia.

Dalam forum tersebut, Hinca juga menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Kesehatan. Ia menilai, BNN terlalu fokus pada sosialisasi simbolik ketimbang tindakan nyata memberantas bandar besar.

“BNN harus kembali pada esensi, bukan sekadar jadi puskesmas kecil. Intelijen harus jadi senjata utama untuk bongkar kartel,” ucap Hinca. Ia juga mengkritik istilah “Desa Bersinar” (Bersih Narkoba) sebagai hanya slogan tanpa implementasi nyata.

Sementara kepada Kementerian Kesehatan, Hinca meminta Menkes mundur karena dianggap ingkar janji dalam melakukan riset legalisasi ganja medis, menyusul kasus anak bernama Pika yang wafat karena tidak mendapatkan pengobatan berbasis ganja.

Di akhir pernyataannya, Hinca mengajak para wartawan parlemen untuk menjadi bagian dari perubahan. Ia menilai media memiliki peran sentral dalam mendorong kesadaran publik dan kebijakan politik terkait narkotika.

“Wartawan harus jadi pelopor demokrasi keempat. Tanpa media, politisi dan pengambil kebijakan hanyalah penari tanpa panggung,” pungkasnya.

Baca Juga