Jakarta - Kawasan Asia-Pasifik yang menjadi rumah bagi lebih dari separuh populasi dunia merupakan salah satu wilayah paling rawan bencana di dunia. Banjir, longsor, kekeringan, topan, erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, dan berbagai ancaman iklim terus menguji ketangguhan negara-negara di kawasan ini.
Meskipun demikian, di balik tantangan tersebut, berbagai kemajuan besar telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, tata kelola, serta penguatan kesiapsiagaan berbasis masyarakat.
Tahun ini, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia Pacific Dialogue Platform on Anticipatory Action (APDP) 2025, yang diikuti lebih dari 100 delegasi dari 15 negara dan mitra kemanusiaan internasional.
Peserta terdiri dari praktisi, perwakilan pemerintah, ilmuwan, dan organisasi kemanusiaan regional yang berfokus pada anticipatory action, forecast-based financing, early warning early action, sistem peringatan dini berbasis komunitas, dan pembiayaan risiko bencana. Kegiatan berlangsung dari tanggal 4-6 November 2025 di Yogyakarta.
Tema pertemuan tahun ini yaitu “Harmonising the Anticipatory Action Approach: Finding the Right Tune for Coherence”. Tema ini menggambarkan misi kolektif bagai orkestra yang membutuhkan harmoni antar-instrumen, seperti aksi antisipatif yang memerlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, data ilmiah, praktik kemanusiaan, dan partisipasi masyarakat.
Dalam konteks tersebut, Indonesia menunjukkan peran aktif dalam memperkuat pendekatan aksi antisipatif di tingkat regional. Melalui partisipasi dalam Asia-Pacific Dialogue Platform (APDP) 2025, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan aksi antisipatif ke dalam sistem penanggulangan bencana nasional, sekaligus berkontribusi pada upaya harmonisasi di kawasan Asia-Pasifik.
Penerapan aksi antisipasif di kawasan Asia-Pasifik terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Antisipatif kini semakin mendapat perhatian sebagai pendekatan efektif dalam manajemen bencana. Pendekatan ini memungkinkan pelaku kemanusiaan dan pembangunan untuk bertindak lebih cepat dalam mengurangi dampak krisis yang dapat diprediksi.
Seiring dengan bertambahnya jumlah protokol dan inisiatif di berbagai negara, kebutuhan akan harmonisasi pendekatan menjadi semakin mendesak.
Untuk menanggapi hal tersebut, Asia-Pacific Dialogue Platform (APDP) 2025 menjadi ruang strategis bagi para pelaku kebencanaan untuk membahas upaya harmonisasi, berbagi praktik baik, dan membangun komitmen kolaboratif di tingkat regional.
Pada kegiatan ini, BNPB diwakili oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan, Drs. Pangarso Suryotomo, M.MB., didampingi oleh Analis Kebencanaan Ahli Madya dari Direktorat Peringatan Dini, Mohd Robi Amri dan Analis Kebencanaan Ahli Madya Direktorat Kesiapsiagaan, Linda Lestari.
Pangarso menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas untuk mengontekstualisasikan aksi antisipatif ke dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
Menurutnya, bertindak sebelum bencana terjadi bukan hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga mengurangi kerugian ekonomi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik.
Sejumlah bukti global menunjukkan efektivitas nyata dari penerapan aksi antisipatif ini, salah satunya laporan “Saving Lives, Time and Money: Evidence from Anticipatory Action” yang dirilis oleh World Food Programme (WFP) pada Mei 2025.
Dalam laporan dijelaskan bahwa pendekatan ini tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan.
Studi yang dilakukan di sepuluh negara tersebut menunjukkan bahwa setiap investasi sebesar 1 Dolar AS dalam aksi antisipatif dapat menghasilkan pengembalian hingga 7 dolar AS dalam bentuk kerugian yang dapat dihindari dan manfaat tambahan bagi masyarakat.
Temuan ini memperkuat keyakinan bahwa bertindak sebelum bencana terjadi merupakan langkah yang cerdas dan bernilai tinggi bagi upaya pembangunan berkelanjutan.
Komitmen Indonesia terhadap penguatan aksi antisipatif tercermin dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana 2020–2044, serta Peraturan BNPB Nomor 2 Tahun 2024 yang secara eksplisit memasukkan aksi antisipatif dalam kerangka Sistem Peringatan Dini dan Aksi Dini Nasional.
Pangarso juga menegaskan bahwa aksi antisipatif tidak akan efektif tanpa dukungan kerangka hukum dan pendanaan yang kuat. Bersama Kementerian Keuangan, BNPB tengah mengembangkan instrumen pembiayaan risiko bencana seperti forecast-based financing, dana kontinjensi, dan asuransi parametrik di bawah payung Dana Bersama Bencana.
APDP 2025 menghasilkan sejumlah keluaran konkret, antara lain:
1. Berbagi pengetahuan dan pembelajaran mengenai tantangan serta peluang harmonisasi di berbagai negara.
2. Mengidentifikasi komitmen regional yang dapat memperkuat upaya harmonisasi di tingkat nasional.
3. Mengeluarkan joint guidance statement komunitas aksi antisipatif untuk menghentikan fragmentasi implementasi.
4. Membahas peluang kolaborasi regional di bidang aksi antisipatif.
Asia-Pacific Dialogue Platform 2025 diselenggarakan bersama oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan BNPB, bekerja sama dengan Indonesia Anticipatory Action Technical Working Group.
Kegiatan ini diorganisir oleh Asia-Pacific Technical Working Group on Anticipatory Action, dengan dukungan dari Anticipation Hub, serta sejumlah mitra seperti Arbeiter-Samariter-Bund (ASB), Caritas Germany, Palang Merah Indonesia (PMI), Plan International, Save the Children, World Food Programme (WFP), dan YAKKUM Emergency Unit (YEU). Platform ini turut didukung oleh Kementerian Luar Negeri Jerman (German Federal Foreign Office).