Jakarta - Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN menegaskan peran strategisnya dalam mengawal kualitas penataan ruang daerah melalui Rapat Koordinasi Lintas Sektor yang digelar pada Rabu (12/11/2025). Dalam forum ini, Dirjen Tata Ruang Suyus Windayana memberikan sejumlah arahan penting terkait struktur ruang, mitigasi bencana, dan konektivitas wilayah untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.
Suyus menekankan bahwa tata ruang tidak dapat dipisahkan dari upaya mitigasi bencana. Menurutnya, setiap RDTR harus direviu secara menyeluruh agar tidak bertentangan dengan daya dukung lingkungan dan potensi risiko bencana, terutama di kawasan pariwisata dan permukiman padat.
Ia mencontohkan wilayah-wilayah seperti Klungkung dan Kulon Progo yang membutuhkan kejelasan dalam penetapan LP2B untuk melindungi lahan pertanian dari tekanan alih fungsi.
“Setiap RDTR harus mampu mengakomodasi kebijakan strategis nasional seperti pembangunan pariwisata, ketahanan pangan, dan mitigasi bencana. Masyarakat harus merasakan manfaatnya melalui kepastian tanah dan percepatan perizinan,” tegasnya.
Dalam sesi pembahasan, berbagai daerah memaparkan kondisi lapangan yang menuntut kejelasan arahan tata ruang. Kabupaten Klungkung menyoroti posisinya sebagai pusat kebudayaan Bali yang harus tumbuh tanpa merusak karakter alam. Bandung melalui kawasan PACIRA menunjukkan kebutuhan struktur ruang yang mendukung pariwisata berkelanjutan, sekaligus menjaga lingkungan hulu DAS.
Untuk Kulon Progo, tantangannya adalah menata kawasan yang berada dalam koridor pertumbuhan Aerotropolis YIA. Wilayah ini tidak hanya strategis untuk perdagangan dan ekonomi, tetapi juga rentan terhadap penurunan kualitas lingkungan jika tidak ditata dengan cermat. Sementara itu, Purwakarta membutuhkan dukungan percepatan penetapan RTRW agar penguatan sektor industri dapat dilakukan dengan aman dan berkelanjutan.
Suyus menekankan kembali bahwa koordinasi antara pusat dan daerah sangat penting, terutama terkait batas wilayah, kawasan hutan, hingga konektivitas lintas kabupaten. Ia juga menyoroti bahwa optimalisasi struktur ruang di kawasan PACIRA dan Borobudur menjadi bagian dari percepatan pengembangan pariwisata nasional.
“Kita mendorong setiap daerah untuk menyiapkan dokumen tata ruang yang lebih responsif. Ini bukan hanya tentang pengembangan wilayah, tetapi menjaga keseimbangan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan,” ujar Suyus.
Rakor ini menjadi momentum untuk menyelaraskan kebijakan, memperbaiki aspek teknis, sekaligus memperkuat komitmen daerah dalam menyelesaikan dokumen tata ruang secara tepat waktu.
Kehadiran perwakilan BPN, pemda, serta kementerian/lembaga menunjukkan bahwa penataan ruang adalah kerja bersama yang membutuhkan koordinasi berkelanjutan.