Kemenpan RB Perkuat Perumusan RPP Manajemen ASN

Agung Nugroho | Kamis, 11 Januari 2024 - 08:32 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Plt. Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja rapat penyususan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN di Kantor Kementerian PANRB, Rabu (10/1/2024). Dok: Kemenpan RB

JAKARTA– Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformask Birokrasi (Kemenpan RB) menggelar rapat penyususan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Manajemen ASN di Kantor Kementerian PANRB, Rabu (10/1/2024). 

Kemenpan RB bersama Tim Perumus RPP Manajemen ASN berdiskusi intensif terkait topik ini untuk mempercepat dan memperkuat perumusan RPP Manajemen ASN yang menjadi aturan turunan dari Undang-Undang No. 20/2023 tentang ASN. 

“Kita sudah menyampaikan izin prakarsa kepada Presiden dan kita sudah menerima berbagai masukan dari tim perumus lintas instansi yang diberikan setelah izin prakarsa disampaikan,” ujar Plt. Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Aba Subagja di Jakarta, Rabu (10/1/2024) 

Tim perumus lintas instansi yang dimaksud adalah Kementerian PANRB, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). LAN merupakan instansi yang menjadi leading sector dalam substansi pengembangan kompetensi ASN. 

Percepatan pengembangan kompetensi ASN yang menjadi salah satu agenda transformasi dalam UU ASN. Pada kesempatan tersebut Aba menyampaikan, dalam RPP Manajemen ASN akan diatur terkait pola pengembangan kompetensi ASN. Pola pengembangan kompetensi ASN tidak lagi klasikal, seperti penataran. 

“Kini pola pengembangannya mengutamakan experiential learning, seperti magang, on the job training, yang semuanya menjadi bagian dari upaya meningkatkan kompetensi ASN,” jelasnya. 

Selama ini kesempatan untuk memperoleh akses pengembangan kompetensi tidaklah merata. Pelaksanaan pengembangan kompetensi juga belum dikaitkan dengan kebutuhan ASN. Terkadang ASN memilih untuk mengikuti diklat apapun hanya untuk menggunakan syarat minimal 20 jam pelajaran. Fenomena ini menyebabkan pengembangan kompetensi berjalan lambat dan ASN cenderung terjebak di zona nyaman. 

Ditekankan bahwa setiap pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi. ASN bukan hanya berhak tapi wajib mengembangkan kompetensi.

“Pengembangan kompetensi tidak lagi dimaknai sebagai hak, melainkan suatu kewajiban bagi ASN. Untuk itu, instansi pemerintah wajib memberikan kemudahan akses belajar bagi ASN,” ungkap Aba.