I Wayan Sudirta: Negara Tidak Boleh Kalah dari Terpidana, Eksekusi Silvester Matutina Harus Dituntaskan

Yapto Eko Prahasta | Kamis, 20 November 2025 - 18:42 WIB


Kegagalan menegakan hukum dapat membawa dampak serius bagi stabilitas nasional.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta.

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menegaskan bahwa negara tidak boleh terlihat kalah oleh terpidana dalam kasus belum dieksekusinya Silvester Matutina yang sudah berlarut-larut selama bertahun-tahun.

Hal tersebut disampaikannya saat mengikuti Tim Kunspek Komisi III DPR RI dalam kunjungan kerja ke Polda Metro Jaya, Kamis (20/11/2025).

Menurutnya, mandeknya eksekusi ini telah mengusik akal sehat masyarakat dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai kredibilitas serta konsistensi aparat penegak hukum.

Dalam penyampaiannya, Sudirta menegaskan bahwa kritik ini bukan ditujukan untuk merusak nama baik lembaga kejaksaan yang selama ini banyak mencatat prestasi, baik di tingkat Kejaksaan Agung maupun Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Namun, ia mengingatkan bahwa satu kasus yang tersendat seperti ini bisa menjadi "noda setitik yang merusak susu sebelanga".

Reputasi baik jaksa yang telah memberantas korupsi dan menyelesaikan kasus-kasus sulit, menurut Sudirta, dapat tercoreng jika eksekusi yang seharusnya sederhana justru tidak dijalankan.

Sudirta juga mempertanyakan proses administratif pemanggilan terhadap Silvester Matutina.

Ia menyoroti kejanggalan mengapa Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak melakukan pemanggilan berjenjang sebagaimana prosedur hukum yang berlaku.

Biasanya, panggilan pertama akan diikuti panggilan kedua dan ketiga, dan jika tetap tidak hadir, penjemputan paksa dapat dilakukan pada hari yang sama.

“Ini yang menjadi pertanyaan publik: kok bisa panggilan tidak ditindaklanjuti? Kenapa berbeda dengan aturan umum?,” ujarnya.

Selain itu, Sudirta menyoroti laporan tentang status Daftar Pencarian Orang (DPO). Dalam catatan yang diterima Komisi III, seluruh Kejaksaan Negeri di wilayah DKI Jakarta—baik Pusat, Timur, Barat, maupun Utara—berhasil menangani DPO sepanjang 2025. Namun, Jakarta Selatan tercatat “nol”.

Ia mempertanyakan apakah data tersebut berarti tidak ada DPO sama sekali atau ada, tetapi tidak berhasil ditangkap.

“Posisi Silvester Matutina juga harus jelas. Apakah dia DPO atau bukan? Ini harus dijawab secara tertulis oleh Kejati dan Kejari,” tegasnya.

Menanggapi alasan kedaluwarsa yang belakangan muncul, Sudirta menilai argumentasi tersebut tidak dapat diterima begitu saja.

Ia menjelaskan bahwa jika benar terjadi kedaluwarsa, maka penyebabnya justru terletak pada ketidakpatuhan terpidana menjalani putusan dan kelalaian aparat dalam mengeksekusi.

“Jangan masyarakat yang disuruh menerima alasan itu begitu saja. Banyak pihak menilai belum kedaluwarsa. Maka, alasan apa pun tidak boleh menghalangi eksekusi,” tegasnya.

Lebih jauh, Sudirta mengingatkan bahwa kegagalan menegakkan hukum dapat membawa dampak serius bagi stabilitas nasional.

Ketika satu eksekusi saja tidak dapat dijalankan, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan dan mulai merasa hukum dapat diabaikan.

“Kalau aparat tidak bisa menjalankan hukum, bagaimana rakyat disuruh patuh? Jangan sampai muncul budaya main hakim sendiri,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa kepastian hukum adalah kunci bagi masuknya investasi dan keberhasilan menuju Indonesia Emas 2045.

Menutup pernyataannya, I Wayan Sudirta meminta Kejaksaan untuk menjalankan aturan sebagaimana mestinya dan segera mengeksekusi putusan apabila tidak ada hambatan hukum.

Ia menyebut nama besar Kejaksaan Agung dan Kejati DKI terlalu penting untuk dipertaruhkan hanya karena satu kasus yang tidak dieksekusi.

“Kalau memang harus dieksekusi, jalankan. Tidak ada alasan untuk menunda. Negara tidak boleh kalah oleh terpidana,” pungkasnya.