Kain Sasirangan kain khas Kalimantan Selatan adalah kain yang sejak turun-temurun digunakan oleh masyarakat disana. Kain yang konon memiliki kekuatan magis ini bisa menyembuhkan penyakit, mulanya hanya dipakai pada upacara adat, kini kain Sasirangan bisa dikenakan sebagai pakaian harian, sesuai dengan perkembangan zaman.
Sentra kain Sasirangan ada di Kampung Sasirangan, Jalan Seberang Masjid, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kampung ini dibentuk pemerintah setempat sebagai destinasi wisata sekaligus sentra produksi kain khas Kalimantan Selatan itu. Kalau Anda ada disini bisa berbelanja atau melihat langsung proses pembuatan kain dengan beragam motif dan warna yang menawan.
Nama Sasirangan dipakai sesuai cara atau proses pembuatan kain ini, yaitu “sa” berarti satu dan “sirang” berarti jelujur. Kain ini dibuat dengan teknik tusuk jelujur, kemudian diikat dengan benang atau tali dan dicelup ke pewarna pakaian. Banyak orang menyebut kain sasirangan sebagai “batik Banjar”. Padahal proses pembuatannya berbeda dari batik yang menorehkan malam atau lilin dengan canting.
Pada mulanya kain Sasirangan menggunakan bahan dasar dari benang kapas atau serat kulit kayu. Seiring kemajuan teknologi, sasirangan dibuat dari bahan lain seperti sutera, satin, santung, belacu, kaci, polyster, hingga rayon.
Merujuk Hikayat Banjar, kain ini sudah dibuat pada sekira abad ke-7 dengan nama kain Langgundi. Kisahnya, sesuai pesan ayahnya lewat mimpi, Patih Lambung Mangkurat dari Kerajaan Dipa bertapa untuk mencari raja selama 40 hari 40 malam di atas rakit mengikuti arus sungai. Tiba di daerah Rantau kota Bagantung, dia mendengar suara perempuan dari segumpal buih: Putri Junjung Buih. Sang Putri hanya akan menampakkan wujud jika permintaannya dipenuhi, yaitu sebuah istana megah yang dikerjakan 40 jejaka dan selembar kain panjang oleh 40 gadis.
Sesuai permintaan, istana dan kain selesai dibuat dalam waktu satu hari. Naiklah Putri Junjung Buih ke alam manusia, mengenakan kain langgundi berwarna kuning, dan kemudian jadi raja Dipa. Kain langgundi kini dikenal sebagai kain sasirangan.
Kain ini dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba) serta mengusir dan melindungi diri dari gangguan roh jahat. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan) –sehingga dikenal pula sebagai kain pamintaan.
Pembuatan kain ini tak boleh sembarangan. Harus melewati persyaratan khusus berupa upacara selamatan. Pemberian warnanya pun disesuaikan peruntukannya. Misalnya, warna kuning untuk menyembuhkan penyakit kuning, merah untuk sakit kepala atau insomnia, hijau untuk sakit lumpuh atau stroke, hitam untuk demam dan kulit gatal-gatal, ungu untuk sakit perut, serta coklat untuk penyakit kejiwaan atau stres.
Begitu pula bentuk dan cara pemakaiannya. Sarung (tapih bumin) untuk mengobati demam atau gatal-gatal; kemben (udat) untuk menyembuhkan diare, disentri, kolera, dan penyakit perut lainnya; kerudung (kakamban) yang dililitkan di kepala atau disampirkan sebagai penutup kepala untuk mengatasi migraine; serta ikat kepala (laung) untuk penyakit kepala seperti pusing atau kepala berdenyut-denyut.***