Jakarta - Kasus kekerasan seksual pada belasan anak di salah satu Boarding school di Bandung masih terngiang dalam ingatan kita. Kini kasus serupa dengan motif yang sama muncul lagi. Viral video penganiayaan seorang perempuan terhadap lima gadis di bawah umur, di Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Penganiayaan berawal dari kolom komentar sebuah jejaring media sosial. Lima orang remaja sedang melakukan live streaming di media sosial. Pelaku berkomentar yang mengarah pada penawaran prostitusi.
Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Sultan B Najamudin mengaku sangat sedih dengan peristiwa yang menimpa generasi muda bangsa yang tak sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan itu.
"Kami melihat fenomena ini sebagai ancaman serius bagi masa depan nasional Indonesia. Sudah saatnya Kita membutuhkan langkah-langkah strategis dalam melindungi dan merawat generasi muda bangsa ini dari perilaku kekerasan dan jebakan globalisasi yang liberal," kata Sultan dikutip dari dpd.go.id, Selasa (28/12).
Sultan melanjutkan, bisa jadi kasus tersebut bagaikan fenomena gunung es. Yang terungkap hanya sebagian kecil saja, pada hal kasus yang sama masih banyak yang belum terungkap. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual pada anak Indonesia sudah berada pada titik nadir dan dibutuhkan pendekatan pencegahan dan penegakan hukum yang lebih serius dari negara.
Kasus kekerasan seksual pada anak tidak terlepas dari dampak digitalisasi dan pandemi Covid-19 selama ini. Generasi muda Kita kebablasan dalam memanfaatkan teknologi digital dan justru menimbulkan krisis moral sosial secara masif di era pandemi.
"Kita hidup di era, dimana Kebebasan dan kekerasan memiliki keterkaitan sebab akibat yang erat. Sehingga penting bagi masyarakat dalam membangun sistem kontrol sosial, Karena Masa depan Bangsa menjadi tanggung jawab moral kolektif", terang senator muda asal Bengkulu itu.
Oleh karena itu, lanjut Sultan, sebelum terlambat, negara harus tegas menyatakan perang terhadap segala jenis ancaman moral yang merusak mental, terutama kekerasan seksual terhadap anak Indonesia.
"Dalam konteks ini, fungsi penegak hukum juga lembaga perlindungan Anak dan perempuan harus diperkuat lagi. Terutama tim cyber crime dan kementerian informasi dan komunikasi RI dalam mengontrol aplikasi dan konten-konten yang cenderung terindikasi pornografi dan pornoaksi," tutupnya.