Pasar Sawit Akan Terus Tumbuh Walaupun Uni Eropa Terapkan Produk Bebas Deforestasi 

Ardi | Kamis, 26 Januari 2023 - 11:37 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono (Dok.FIVE)

Jakarta – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tidak khawatir dengan Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa yang melarang impor produk terkait deforestasi termasuk minyak kelapa sawit (CPO).

“Pasar sawit akan tetap tumbuh karena ini basic need untuk makan, energi, industri. Jadi Indonesia tidak akan takut kehilangan pasar di Eropa, karena pasar yang lain akan terus tumbuh dengan baik,” kata Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono dalam konferensi pers di Jakarta.

Joko menilai Eropa sebenarnya tidak ingin melarang sawit. Hal ini dikarenakan, pada saat Indonesia melarang ekspor sawit pada 2022, Eropa juga kebingungan mencari negara pengekspor sawit akibat kebutuhan industri Eropa yang cukup tinggi.
“Buktinya pelarangan ekspor pun kebingungan dan ngejar-ngejar Presiden juga,” ujarnya.

Indonesia, lanjutnya, seharusnya fokus untuk memperjuangkan sawit masuk dalam perdagangan global, di mana pun pasarnya. Pasalnya, kuota impor sawit dari negara-negara lain terus meningkat.

Berdasarkan data GAPKI, ada sepuluh negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia yakni China, India, Amerika Serikat, Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia.

Ditahun 2022 kemarin kata Joko, peringkat Amerika Serikat naik dari peringkat 5 pada tahun 2022 menjadi peringkat 3 sebagai negara pengimpor utama produk sawit Indonesia pada 2022. “Amerika Serikat sudah 2 juta lebih, padahal dulu cuma 400.000-an,” ujar Joko.

Kenaikan ini dikarenakan, banyak negara bagian Amerika Serikat yang menggunakan biodiesel, sehingga dari sisi makanan dan energi pertumbuhannya cukup bagus karena permintaan yang juga terus naik.

“Yang jauh lebih penting bagaimana strategi diplomasi. Contohnya UU Deforestasi, Indonesia melakukan usaha termasuk melalui tim support dan kampanye jadi mestinya orang melihat kita bisa melobi,” jelas dia.

Kinerja Industri Sawit Stagnan

Selain itu, GAPKI mencatat kinerja industri sawit stagnan dalam empat tahun terakhir. “Ini sudah tahun keempat Indonesia tidak tumbuh atau stagnan, padahal kebutuhan domestik terus meningkat,” kata Joko.

Dia menuturkan kondisi stagnan industri sawit terlihat dari penurunan produksi dan nilai ekspor. Tercatat produksi CPO atau minyak kelapa sawit di 2022 mencapai 46,28 juta ton atau lebih rendah dari 2021 yang mencapai 46,88 juta ton.

Begitu juga dengan ekspor 2022 sebesar 30,8 juta ton atau lebih rendah dari 2021 yang sebesar 33,76 juta ton dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut ekspor turun dari tahun ke tahun. 

Namun nilai ekspor tahun 2022 mencapai US$39,28 miliar untuk CPO, olahan dan turunannya, lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar US$35,3 miliar. “Ini terjadi karena memang harga produk sawit tahun 2022 relatif lebih tinggi dari tahun 2021,” sebut Joko.

Penurunan produksi dan ekspor industri sawit, lanjutnya, disebabkan oleh tahun 2022 yang diwarnai dengan kejadian-kejadian tidak biasa. Di antaranya cuaca ekstrem basah yang mengganggu aktivitas serangga penyerbuk, pupuk yang mahal dan sulit diperoleh, hingga pelarangan ekspor yang menyebabkan buah tidak dapat dipanen hingga beberapa bulan ke depan akibat stok yang masih tinggi.

“Tahun ini memang paling tidak normal, mudah-mudahan ini bisa kita manage sehingga dinamika yang terlalu bergejolak seperti itu tidak terjadi lagi di tahun ini, khususnya ekspor dan produksi,” ujarnya.

Kendati demikian, konsumsi dalam negeri tumbuh dibanding 2021 dari yang sebelumnya 18,42 juta ton menjadi 20,97 juta ton. Konsumsi tersebut didominasi industri pangan 9,94 juta ton dari yang sebelumnya 8,9 5 juta ton, lalu industri oleokimia naik dari 2,13 juta ton menjadi 2,19 juta ton dan konsumsi biodisel yang mencapai 8,84 juta ton pada 2022 dari yang sebelumnya 7,34 juta ton.

Adapun GAPKI memperkirakan kondisi yang mempengaruhi industri sawit sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja sawit 2023.

“Produksi diperkirakan masih belum akan meningkat, sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban Biodiesel B35 mulai 1 Februari 20223,” pungkasnya.

Baca Juga