Kejagung Tegaskan Tak Ada Restorative Justice di Kasus Mario Dandy

Fuad Rizky Syahputra | Selasa, 21 Maret 2023 - 11:23 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana

Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr Ketut Sumedana menilai tidak ada restorative justice (RJ) untuk Mario Dandy Satriyo (MDS) dan teman-temannya yang juga sama-sama melakukan penganiayaan terhadap korban berinisial D (17).

Adapun dalam kasus penganiayaan D ini sudah ditetapkan tiga tersangka, yaitu  Mario Dandy Satriyo, Shane Lukas (SLRPL) dan AG (15). "Dalam kasus penganiayaan terhadap korban D, secara tegas disampaikan bahwa tersangka MDS dan Tersangka SLRPL tidak layak mendapatkan restorative justice," ujar Sumedana.

Ada banyak hal yang menjadi pertimbangan tidak adanya restorative justice terhadap tersangka penganiaya tersebut.

Sumedana menjelaskan, hal itu berlaku karena ancaman hukuman pidana penjara melebihi batas yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020. Tidak hanya itu, kata dia, perbuatan yang dilakukan oleh tersangka sangat keji dan berdampak luas baik di media maupun masyarakat, sehingga perlu adanya tindakan dan hukuman tegas bagi para pelaku.

Sementara itu, terkait dengan pelaku anak AG, undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengatur mengenai problematika jika anak berkonflik dengan hukum.

Dalam pengaturan yang ada, mewajibkan aparat penegak hukum agar pada setiap jenjang penanganan perkara pelaku anak melakukan upaya-upaya damai.

Ia menjelaskan, hal ini diperlukan dalam rangka menjaga masa depan anak yang berkonflik dengan hukum yakni diversi bukan restorative justice. "Meski demikian, diversi hanya bisa dilaksanakan apabila ada perdamaian dan pemberian maaf dari korban dan keluarga korban," ujarnya. "Bila tidak ada kata maaf, maka perkara pelaku anak harus dilanjutkan sampai pengadilan," tambah dia.

Berdasarkan perkembangan penyidikan, Mario Dandy kini dijerat Pasal 355 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 354 Ayat (1) KUHP lebih subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP lebih subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP dan atau Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak. Ia terancam ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyan mengatakan, tawaran restorative justice pelaku penganiayaan D (17) hanya terbuka terhadap pelaku AG (15). AG mendapat peluang untuk bisa lolos dari jerat pidana karena statusnya yang masih di bawah umur.