Jakarta - Manajemen di PT Blue Bird Taxi yang dipimpin Purnomo tidak pernah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan maupun Laporan Keuangan Tahunan sejak tahun 1992 sampai dengan 2012. Ini membuktikan bahwa manajemen PT.Blue Bird Taxi semrawutnya.
Selama 18 tahun perusahaan dibidang transportasi ini berstatus tidak legal. Sebab, tidak pernah menyesuaikan perseroannya dengan Undang Undang nomor 1 tahun 1995 dan 6 tahun setelah disahkannya Undang Undang No. 40 tahun 2007 yaitu pada tahun 2013 barulah PT Blue Bird Taxi disesuaikan dengan Undang Undang Perseroan Terbatas. Hal ini diduga bukan karena sadar untuk patuh pada Undang Undang, namun semata-mata karena hendak menjual saham Blue Bird ke masyarakat.
“Hal ini baru terungkap setelah belasan tahun dengan penjelasan sebagai berikut: 13 hari, setelah I diantara 8 pendiri PT Blue Bird Taxi meninggal, yaitu Surjo Wibowo, terjadi peristiwa di mana direktur Purnomo, istri, anak dan menantu dengan tega melakukan kekerasan fisik terhadap putri dari Surjo Wibowo yaitu Elliana, dan juga istri dari Surjo Wibowo yang berusia 74 tahun. Hal ini dilakukan di tahun 2000, di saat mereka hadir atas undangan RUPS." ungkap Mintarsih.
Sehubungan dengan tindakan Purnomo cs terhadap Elliana dan ibunya, Mintarsih merasa suasana semakin tidak aman, sehingga dirinya mengundurkan diri sebagai direksi di CV Lestiani, suatu perseroan yang memiliki 45% saham di PT Blue Bird Taxi.
“Kesempatan ini disalahgunakan oleh Purnomo dan alm. Chandra yang secara diam-diam dan tanpa kehadiran saya, membuat akta notaris, dalam hal mana bukan hanya jabatan yang dilepas. namwn aset di CV Lestiani dan saham di PI Blue Bird Taxi nyatanya juga dialihkan ke Chandra Suharto dan Purnomo Prawiro. Semua terjadi tanpa sepengetahuan saya," lanjut Mintarsih.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengacara dari Mintarsih, Kamaruddin Simanjuntak mensomasi notaris yang membuat akta tesebut dan telah mendapatkan pernyataan secara tertulis di atas materai, bahwa seharusnya Mintarsih menjadi pesero komanditer.
“Pengakuan yang membuat penghilangan aset klien saya di CV Lestiani adalah bahwa seharusnya klien saya menjadi pesero komanditer yang berarti bahwa aset klien saya di CV Lestiani tetap ada dan sahamnya di PT Blue Bird Taxi harusnya juga tetap ada" jelas Kamaruddin.
12 tahun kemudian, yaitu pada saat RUPS 2012 dimana keabsahan diperlukan PT Blue Bird Taxi untuk menjual saham kepada masyarakat, terungkaplah bahwa aset Mintarsih di CV Lestiani dan 15 % saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi telah lenyap. Dan 6% saham warisan lenyap 2 tahun kemudian.
Inilah kejadian awal penghilangan saham di PT Blue Bird Taxi, yang kemudian bersambung ke PT Blue Bird Tbk. dengan dua pendiri saja yaitu Purnomo dan Alm. Chandra. Sedangkan pendiri ketiga Ny Mutiar F. Djokosoetono diduga merupakan rekayasa, karena pada saat pendirian PT Blue Bird (Tanpa kata taxi), beliau telah meninggal.