CPO Indonesia Dijegal Eropa, Sultan: Momentum Akselerasi Pengembangan Biofuel 

Kiki Apriyansyah | Rabu, 09 Agustus 2023 - 10:56 WIB


wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin justru melihatnya sebagai peluang dan momentum penting bagi Indonesia untuk meningkatkan akselerasi pengembangan energi baru terbarukan Biofuel dari crued palm oil (CPO).
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Wakil Ketua III DPD RI Sultan B. Najamuddin

JAKARTA - Produk-produk pertanian dan perkebunan Indonesia khususnya kelapa sawit terkena dampak langsung dari kebijakan baru Uni Eropa dengan memberlakukan Undang Undang (UU) Antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) sejak Mei 2023 lalu.

Menanggapi hal tersebut, wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin justru melihatnya sebagai peluang dan momentum penting bagi Indonesia untuk meningkatkan akselerasi pengembangan energi baru terbarukan Biofuel dari crued palm oil (CPO).

"Saya kira ini momentum penting bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin pengembangan biofuel global. Menjadikan CPO sebagai biofoel harus menjadi pilihan utama pemerintah di tengah peningkatan suhu bumi saat ini", ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Rabu 09/08/2023.

Menurutnya, potensi pengembangan biofoel Indonesia masih sangat besar dan diharapkan oleh mampu memenuhi permintaan pasar biofoel global. Mayoritas CPO Indonesia bahkan dimanfaatkan oleh negara pengimpor sebagai bahan baku biofoel.

Data yang dikemukakan BP Statistical Review of World Energy 2022 menunjukkan Amerika Serikat menjadi negara terbesar di dunia yang memproduksi biofuel dengan produksi 643.000 barel setara minyak per hari (barel oil equivalent per day/BOEPD) di 2021. Kemudian diikuti Brazil sebesar 376.000 BOEPD. 

Sementara Indonesia baru memproduksi biofuel sebesar 174.000 BOEPD di 2021. The 7th ASEAN Energy Outlook (AEO7) mencatat bahwa konsumsi biofuel akan tumbuh sebesar 4,7% per tahun sampai 2050, atau lebih cepat dari konsumsi minyak sebesar 4,4%. 

Meski demikian, mantan ketua HIPMI Bengkulu itu meminta agar pengelolaan biofoel CPO tidak hanya diberikan kepada para pelaku usaha besar. Pemerintah harus melibatkan lebih banyak pihak Industri biofoel, agar tidak terjadi potensi praktek oligopoli di masa depan.

"Pengembangan biofoel yang menggunakan dana pungutan sawit, sebaiknya dikembangkan secara bersama-sama oleh semua pihak terkait. Jangan sampai dana pengembangan biofoel dari BPDPKS yang jumlahnya triliunan hanya dinikmati oleh aegela pengusaha besar", tutupnya.