Diisukan Bebaskan Terpidana Korupsi, Yasonna : Bahasanya Kasar, Jauh dari Adab Ketimuran

Yapto Prahasta Kesuma | Senin, 06 April 2020 - 14:24 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.

Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly bercerita soal dirinya yang di-bully di media sosial karena diisukan membebaskan narapidana kasus korupsi di tengah pandemi virus corona.

Yasonna menyebutkan, komentar sejumlah warganet terhadap dirinya sangat kasar dan tak sesuai adab ketimuran.

Isu pembebasan napi koruptor berusia di atas 60 tahun saat wabah Corona mengemuka ketika Yasonna hadir dalam rapat bersama Komisi III DPR melalui teleconference, Rabu, 1 April 2020.

Awalnya, Yasonna menjelaskan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) mengambil langkah pencegahan virus Corona di lapas yang overkapasitas.

Setidaknya ada 35 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi anak-anak.

"Yang tidak enak itu, ada yang tanpa fakta, tanpa data, langsung berimajinasi, memprovokasi, dan berhalusinasi membuat komentar di medsos," kata Yasonna.

Cerita itu disampaikan Yasonna lewat pesan singkat di grup WhatsApp yang beranggotakan sejumlah menteri dan wartawan, Minggu (5/4/2020).

"Bahasanya kasarnya, ampun deh, bahasa jauh dari adab ketimuran, dan bahasa orang terdidik. Level keadaban kita berkomunikasi sudah sangat mundur," sambung dia.

Lewat grup itu, Yasonna juga membagikan kondisi di sejumlah lembaga pemasyarakatan. Dalam enam foto yang dibagikan, terlihat para narapidana harus tidur berdempetan dalam satu ruangan karena kondisi lapas yang kelebihan kapasitas.

Oleh karena itu, Yasonna mengaku heran dengan orang yang menolak pembebasan narapidana di tengah pandemi corona saat ini. 

"Saya mengatakan, hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas overkapasitas," katanya. 

Yasonna menyebutkan, pembebasan napi di lapas overkapasitas ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM dan Sub-Komite PBB Anti-Penyiksaan

"Negara-negara di dunia sudah merespons imbauan ini. Iran membebaskan 95.000 orang, termasuk 10.000 tahanan diampuni, Brazil 34.000, dan lain-lain," katanya.

Tahap Usulan 

Lewat siaran pers sebelumnya, Yasonna juga sudah memberi penjelasan soal rencananya membebaskan napi kasus korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Ia menyebut hal itu masih dalam tahap usulan dan belum tentu disetujui Presiden Joko Widodo. Yasonna juga mengatakan, tidak semua napi koruptor akan bebas karena ia mengusulkan kriteria yang ketat lewat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Kriteria tersebut yakni terkait usia napi yang lebih dari 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan.

"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," kata Yasonna 

Dalam siaran pers, Sabtu (4/4/2020). Yasonna menjelaskan, kriteria usia diambil atas pertimbangan kemanusiaan, karena daya imunitas tubuh yang berusia di atas 60 tahun sudah lemah.

Berdasarkan data Lapas Sukamiskin, Ditjen Pemasyarakatan mencatat ada 90 orang napi kasus korupsi yang berusia lanjut. Setelah dikurangi dengan napi yang telah menjalani 2/3 masa pidananya per 31 Desember 2020 mendatang, jumlahnya tinggal 64 orang.

Dari 64 nama tersebut, klaim Yasonna, hanya ada nama pengacara OC Kaligis dan mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang menjadi perhatian.

"Selebihnya, belum bisa dibebaskan karena memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun," kata Yasonna.

Namun Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD belakangan menyatakan tak ada rencana pemerintah membebaskan napi koruptor. Hal itu disampaikan Mahfud setelah rencana yang dilontarkan Yasonna mendapat penolakan dari pegiat antikorupsi hingga masyarakat luas. 

"Sampai sekarang Pemerintah tidak merencanakan mengubah atau merevisi PP 99 tahun 2012 sehingga tidak ada rencana memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada pelaku atau kepada narapidana korupsi," kata Mahfud, Sabtu (4/4/2020).