JAKARTA - Peta kekuatan partai politik beserta calon presiden yang diusung pada Pemilu 2024 menguras energi bangsa. Seluruh fokus perhatian terpusat pada manuver masing-masing kandidat dan kans kemenangan pada pesta demokrasi prosedural lima tahunan tersebut. Meski semua mata tertuju pada hal tersebut, fakta berbeda ditunjukkan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
LaNyalla menilai bangsa ini memiliki pekerjaan yang lebih besar dari sekadar memfokuskan diri pada koalisi partai politik dan pencapresan jelang Pemilu 2024.
"Kita harus membangun kesadaran kolektif seluruh komponen bangsa, bahwa Indonesia punya pekerjaan besar yang lebih besar dari sekedar koalisi copras-capres. Pekerjaan besar itu adalah; bangsa ini membutuhkan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama kita," tegas LaNyalla saat menjadi narasumber pada acara Dialog Kebangsaan Hari Ulang Tahun ke-45 FKPPI dengan tema 'FKPPI Mempertahankan Keutuhan Bangsa Untuk Mencapai Cita-Cita Proklamasi' di Lagoon Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Selasa 12/9/2023.
Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini, dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan, mampu memberikan rasa keadilan dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa ini.
Oleh karenanya, diperlukan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara yang lebih sempurna, yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan yang penuh ketidakpastian.
"Sebuah sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa. Sehingga benar-benar terwujud menjadi penjelmaan seluruh rakyat. Dengan begitu, hakikat kedaulatan rakyat benar-benar terukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita," ujar LaNyalla.
Pada akhirnya, LaNyalla melanjutkan, bangsa ini akan semakin kuat, karena
pemilik kedaulatan, yaitu rakyat berhak untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Sehingga pembentukan jiwa nasionalisme dan patriotisme seluruh rakyat akan terbangun dengan sendirinya, untuk bersama mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. "Kesadaran kolektif ini harus kita bangun, dan FKPPI harus berada di garda terdepan," tegas LaNyalla.
Pada saat yang sama, LaNyalla juga mengingatkan kepada seluruh anak bangsa, termasuk FKPPI, untuk aktif terlibat mendorong MPR dan semua Lembaga Negara serta institusi TNI dan Polri, termasuk organisasi-organisasi masyarakat serta keagamaan, termasuk partai politik, untuk bersama-sama membangun konsensus nasional untuk mewujudkan hal tersebut.
"Sehingga atas dorongan tersebut, kami yang sekarang berada di Senayan bersepakat untuk menggelar Sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu mengembalikan konstitusi Indonesia sesuai Naskah Dekrit 1959, untuk kemudian kita lakukan amandemen perbaikan melalui teknik adendum," kata LaNyalla.
Ketika dua hal tersebut sudah terlaksana, LaNyalla menegaskan, kita akan menyongsong Indonesia masa depan yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Bukan tanpa alasan hal itu disampaikan LaNyalla. Sebagai inisiator penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, LaNyalla telah merumuskan lima proposal kenegaraan penyempurnaan dan penguatan asas dan sistem bernegara Pancasila yang tengah didorong agar menjadi konsensus nasional.
Adapun lima proposal kenegaraan itu yakni pertama, mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak
hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Proposal kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. "Sehingga anggota DPR tidak hanya diisi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik saja," kata LaNyalla. Menurut LaNyalla, hal ini sebagai bagian dari memastikan bahwa proses pembentukan Undang-
Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden tidak didominasi oleh
keterwakilan partai politik saja, tetapi juga secara utuh dibahas juga oleh
perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi.
"Proposal ketiga adalah memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru," papar LaNyalla.
Untuk komposisinya, LaNyalla menjelaskan mereka yang berbasis sejarah negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama di kepulauan Nusantara, yaitu raja dan sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.
Sedangkan Utusan Golongan bersumber dari organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki
sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama bagi Indonesia.
Proposal ketiga adalah memberikan ruang pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme
keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.
Proposal kelima yakni menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.
Selain Ketua DPD RI, sejumlah tokoh dan akademisi didapuk menjadi narasumber, di antaranya Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketum FKPPI Pontjo Sutowo, Ketua Dewan Pakar FKPPI Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Prof Bagir Manan, Prof Bambang Wibawarta, Prof Siti Zuhro, Prof Meutia Farida Hatta, Prof Sri Edi Suwasono dan Dr Yudi Latif.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi anggota DPD asal Lampung Bustami Zainuddin dan anggota asal Kalimantan Selatan, Habib Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim. Turut mendampingi Ekonom Politik Ichsanuddin Noorsy, Pegiat Konstitusi dr Zulkifli S Ekomei dan Wakil Ketua Umum KADIN Jatim Bidang Konstruksi dan Konsultan, Mohammad Rizal.