DPD RI Bilang Pilkada 2021 Bisa Hemat Anggaran Sampai Rp 2 Trilyun

Marhadi | Selasa, 09 Juni 2020 - 13:48 WIB


Penyelenggaraan Pilkada di era pandemi yang direncanakan akan mulai bergulir mulai pertengahan Juni 2020, dinilai banyak kalangan beresiko menjadi salah satu sumber penyebaran wabah.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Ilustrasi Pemilihan Kepala daerah (Ist)

Jakarta -Penyelenggaraan Pilkada di era pandemi yang direncanakan akan mulai bergulir mulai pertengahan Juni 2020, dinilai banyak kalangan beresiko menjadi salah satu sumber penyebaran wabah.

Data dari sejumlah daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada masih berjuang mengatasi penyebaran virus cofid 19. Selian itu, konsekuensi membengkaknya anggaran tidak dapat dihindari. KPU mengajukan tambahan anggaran sampai 5 trilyun untuk penyediaan APD dan menambah jumlah TPS.

Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI, Abdul Kholik, pembengkakan anggaran dapat dihindari apabila penyelenggaraan Pilkada tidak dipaksakan di era pandemi.  Dalam skema Pilkada yang dilbahas di DPD, pilihan waktunya lebih tepat di tahun 2021. Tahapan dimulai pada bulan Oktober 2020, dan pencoblosan pada Maret 2021. Atau Pilkada diselenggarakan pada bulan September 2021 dengan awal tahapan pada Maret 2021.

Diperkirakan suasana suasana pandemi lebih terkendali, dan kemungkinan vaksin sudah mulai dapat tersedia pada tahun depan.

Penyelenggaraan Pilkada tahun 2021 akan memberikan waktu yang cukup untuk persiapan termasuk dengan menggunakan skema pandemi.  Jangka waktu persiapan yang cukup memungkinkan untuk dilakukan berbagai perbaikan tahapan Pilkada, terutama yang beresiko tinggi karena mengharuskan pertemuan langsung. “Terbuka peluang untuk menyederhanakan tahapan demi keamanan dan peningkatan kualitas Pilkada, serta penghematan biaya” ujarnya, Selasa (9/6/2020).

Salah satu tahapan yang dapat disederhanakan adalah penetapan daftar pemilih yang semula lima tahap cukup dua tahap, yaitu dari DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) cukup dilakukan analisis/perbaikan oleh KPU/Bawaslu sesuai tingkatan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai DPT. Untuk mengantisipasi ada yang masih tertinggal dibuka ruang DPT perbaikan sampai H-7.

 

Terakhir, pemilih dapat menggunakan e-ktp apabila tidak masuk dalam DPT. Pola ini sudah sangat cukup melindungi hak pemilih dan jumlah DPT sudah dapat dijadikan acuan penetapan kebutuhan logistik Pilkada.

Penyerdahanaan penyusunan DPT berpotensi menghemat anggaran sampai 2 Trilyun dengan asumsi 270 daerah yang melakukan Pilkada dapat menghemat biaya antara 3 sampai 7 Milyar.  Model ini akan menghilangkan coklit yang sejatinya tidak terlalu diperlukan lagi dengan asumsi data kependudukan sudah semakin baik. Apalagi di era pandemi, pelaksanaan Coklit sangat beresiko menjadi sarana penularan wabah.

“Padahal KPU maupun Bawaslu di daerah memiliki data base pemilih secara berkesinambungan sebagai bahan analisis dan penyempurnaan DP4 dari Dinas Kependudukan”

Berdasarkan pertimbangan tersebut DPD terus menghimbau berbagai pihak untuk meninjau kembali Pilkada tahun 2020, yang justru menimbulkan pembengkakan anggaran yang menyulitkan daerah. Aspek kesehattan dan keselamatan warga harus menjadi prioritas.

 

Baca Juga