Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya menyayangkan masih belum seriusnya berbagai kalangan memandang data pribadi sebagai hak privasi warga. Hal ini disampaikannya sebagai keprihatinan terhadap sejumlah kasus transaksi data pribadi yang melibatkan institusi swasta, pemerintah, dan bahkan institusi kepolisian.
“Data pribadi warga masih belum menjadi hal yang dipandang sebagai privasi yang harus dilindungi. Kesadaran warga yang memang belum memberi perhatian khusus dijadikan celah bagi institusi dan pihak lain untuk memperoleh keuntungan tertentu. Ini harus diatur oleh undang-undang. Hari ini kita lihat institusi bisnis yang banyak terdapat kasus pelanggaran, tapi dahulu surveillance negara juga terkait data pribadi,” katanya dalam siaran persnya, Selasa (7/7/2020).
Menurut politisi Partai NasDem ini, terjadinya kasus pencurian, pembobolan, dan transaksi data pribadi terjadi karena saat ini data merupakan “tambang emas” di era digital. Banyak pihak menilai data pribadi warga merupakan sumber daya yang jika dikuasai akan menguasai dunia. Untuk itulah, menurut Willy banyak pihak berupaya dengan berbagai cara menguasai data pribadi termasuk dengan cara-cara ilegal.
“Kita diingatkan George Orwell pada 1984 bagaimana negara melakukan pengamatan terhadap data dan pergerakan warga, yang saat ini bisa kita lihat dilakukan oleh Google misalnya. Jadi baik pemerintah maupun bisnis bisa melakukan abuse. Ini yang harus kita atur dalam upaya pelindungan data pribadi, jika tidak maka akan banyak kasus pencurian dan penyalahgunaan sejenis,” ucap Willy.
Apa yang terjadi dengan transaksi penjualan data pelanggan Tokopedia, Bukalapak, Bhineka, hingga data dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan lainnya itu membuktikan betapa berharganya data pribadi. Maka wajar jika perlu ada pengaturan dari negara terhadap kepercayaan warga yang menyerahkan data pribadinya ke berbagai institusi.
“Warga yang eksistensinya menjadi tanggung jawab negara untuk melindungi, perlu memperoleh jaminan yang tegas tentang pelindungan atas data pribadinya,” imbuh Wakil Ketua Baleg DPR ini. Willy menegaskan, pengaturan pelindungan data pribadi yang ada saat ini belum cukup memberi kepastian dan keadilan hukum. UU ITE yang diaplikasikan di dalam Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menkominfo tentang pelindungan data pribadi, belum cukup kuat untuk menjadi dasar pelindungan hak privasi sebagai hak asasi.
“Dia belum cukup kuat menjerat pelanggaran dan kejahatan atas data pribadi yang dilakukan oleh individu atau badan hukum, termasuk yang berada di luar negeri. Rentang tanggung jawab yang bisa dijerat pun belum cukup tegas. Karena itu, perlu peraturan yang lebih kuat berupa UU,” tegas legislator dapil Jawa Timur XI ini. Ditambahkannya, pemerintah mengusulkan RUU Pelindungan Data Pribadi adalah langkah yang tepat.
Karena itu, DPR juga akan mengakselerasi langkah tersebut agar UU Pelindungan Data Pribadi sebagai privasi warga bisa segera rampung.
“DPR dan prmerintah sudah sejalan untuk bisa segera merampungkan RUU PDP ini. Hanya tinggal beberapa bagian yang dirasa perlu disempurnakan. Harus ada keseimbangan antara corporation heavy dan state heavy agar tidak ada satupun yang melakukan penyahgunaan. Kita harus menempatkan UU ini seimbang antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan dunia usaha,” jelasnya.