Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan, pemberian izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) tak serta merta dilakukan tanpa perhitungan.
Dia meyakini, setiap ormas akan mampu mengelola usaha pertambangan karena memiliki organisasi sayap di bidang bisnis.
"Nah, ormas itu pertimbangannya tadi karena ada sayap-sayap organisasinya yang memungkinkan. Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal, minta apa, apa namanya mengajukan proposal, kan lebih baik dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional. Itu sih sebetulnya," kata Siti di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (2/6/2024).
Siti mengatakan tak melulu harus ormas keagamaan yang bisa mendapatkan izin tambang tersebut.
Karena itu, Siti menilai pemberian izin tambang ini sebagai upaya membuat produktivitas kepada masyarakat melalui ormas.
"Jadi ruang-ruang produktivitas rakyat apapun salurannya harusnya diberikan. Maka ada hutan sosial diberikan kepada rakyat. Ada misalnya nanti apa ya petugas petugas yang di bawah bangat yang miskin itu juga harusnya dipikirkan, karena produktif itu kan hak rakyat gitu ya yang harus diperhatikan oleh negara," kata dia.
Siti juga memastikan izin pengelolaan tambang ke ormas keagamaan tersebut tetap dilakukan secara profesional.
"Nggak, nggak, nggak dibunyiin harus ormas keagamaan. Bunyinya pokoknya bahwa, gini lho ya, undang-undang dasar itu kan mengatakan bahwa adalah hak asasi manusia untuk manusia menjadi produktif. Jadi ruang-ruang prokdutivitas rakyat apapun salurannya harusnya diberikan," ujar Siti Nurbaya.
Ia pun membantah jika pembagian izin tambang oleh pemerintah sebagai cara 'bagi-bagi kue' dari pemerintah ke ormas.
"Enggak, enggak [bagi-bagi kue]. Hayo, makanya liat dari dasarnya," kata Siti.
Sebelumnya Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid tersebut resmi diundangkan pada 30 Mei 2024.
Aturan yang mengizinkan ormas keagamaan, seperti NU hingga Muhammadiyah untuk mengelola tambang. Ini tertuang dalam pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024. Ormas keagamaan kini bisa memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," jelas pasal 83A ayat 1 beleid tersebut, dikutip Minggu (2/6).
Pasal 83A ayat 2 kemudian menegaskan bahwa WIUPK tersebut berasal dari wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).