Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak perlu buru-buru dilaksanakan.
Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah menggelontorkan Rp 105 triliun untuk Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), sedangkan dana dari iuran Tapera selama 10 tahun baru akan terkumpul Rp 50 triliun.
"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa. Harus diketahui, APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga. Sedangkan untuk Tapera ini, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun. Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul, saya nggak legowo lah," kata Basuki seusai rapat kerja Komisi V DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/06/2024).
Kelompok buruh sebelumnya meminta pemerintah mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Buruh mengatakan kehadiran Tapera membuat potongan pendapatan setiap bulan yang mereka terima mencapai 12%.
"Karena buruh sudah dipotong hampir 12%, pengusaha sudah hampir dipotong 18%. Buruh sudah dipotong jaminan pensiun 1%, jaminan kesehatan 1%, PPh 21 pajak 5%, jaminan hari tua 2%, sekarang Tapera 2,5%, total mendekati hampir 12%," kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam aksi tolak PP Tapera di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Said mengatakan, aturan itu tidak masuk akal lantaran menurutnya, jika dihitung-hitung dengan gaji rata-rata Rp 3,5 juta yang diterima buruh dan ditambah potongan Tapera, dalam 20 tahun saja, uang yang baru terkumpul adalah sebesar Rp 25,2 juta.
Dia mempertanyakan harus sampai berapa puluh tahun bagi buruh sampai akhirnya bisa memiliki rumah sendiri bila dengan Tapera.
Ia mengusulkan agar DPR dan MPR mendesak pemerintah agar kebijakan Tapera tersebut diundur atau bahkan dibatalkan.
Editor : agung Nugroho