Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) melatih 50 penghulu dan penyuluh agama dalam merespons dan mencegah konflik. Pelatihan itu dilakukan dalam kegiatan bertajuk Sekolah Penghulu dan Penyuluh Aktor Resolusi Konflik (SPARK) angkatan ke-5 zona D di Surabaya, Senin hingga Jumat (22-26/7/2024).
Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik (BPKI-PK), Dedi Slamet Riyadi mengatakan, SPARK digelar agar penghulu dan penyuluh agama dapat menjadi penanggap pertama atau first responders terjadinya konflik.
"Terdapat sejumlah konflik sosial yang mulanya berupa perselisihan atau pertengkaran biasa, tetapi kemudian dikait-kaitkan dan dilekati kepentingan agama, sehingga akhirnya memicu emosi yang lebih besar, memantik kerusuhan dan pertikaian yang lebih luas. Melalui SPARK, kami mengajak para penghulu dan penyuluh agama untuk berlatih bersama tentang bagaimana mengenali indikator, fenomena, atau suatu keadaan yang mengarah pada konflik," ujar Dedi saat membuka acara (22/7).
Meskipun memiliki kewenangan yang terbatas, Dedi melanjutkan, penghulu dan penyuluh agama merupakan aparatur Kemenag yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
"Pelatihan SPARK ini dirancang dan disesuaikan dengan tingkat kewenangan para penyuluh dan penghulu," jelas Dedi.
Melalui pelatihan tersebut, penghulu dan penyuluh agama diharapkan mampu mengambil langkah untuk mencegah konflik di daerahnya.
"Para penghulu dan penyuluh agama memiliki wewenang yang terbatas, seperti dari sisi wilayah, mandat, hingga anggaran. Maka, kita lakukan pelatihan sesuai dengan batas kewenangan itu, sehingga diharapkan para penghulu dan penyuluh agama menjadi first responders," papar Dedi.
Dedi melanjutkan, jika terjadi keterbatasan komunikasi penanganan konflik dengan instansi pemerintah kabupaten/kota atau kepolisian, penghulu dan penyuluh agama dapat berkoordinasi dengan Kantor Kemenag di wilayah masing-masing, atau stakeholder lainnya seperti lembaga swadaya masyarakat.
Dedi berharap, melalui SPARK, penghulu dan penyuluh agama memiliki kompetensi untuk melakukan mediasi, berkomunikasi dengan berbagai stakeholder, dan memiliki kecakapan negosiasi. Selain itu, para peserta juga diharapkan bisa membangun jejaring dengan para aktor resolusi konflik lainnya.