Jakarta – Buruknya upaya pengendalian tembakau pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin membuat sejumlah pihak khususnya pegiat kesehatan publik prihatin dan kecewa. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang. Sebanyak 7,4 persen di antaranya merupakan perokok anak berusia 10-18 tahun.
Hal yang sama juga disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau (KMSPT), sekaligus menaruh harapan besar pada pemerintahan baru Prabawo-Gibran untuk lebih peduli pada masa depan anak-anak Indonesia dari bahaya adiktif produk tembakau seperti rokok konvensional, vape dan rokok elektrik lainnya.
“Kami sangat menyesalkan buruknya upaya pengendalian tembakau dan produk tembakau di era Jokowi yang menyebabkan masih tingginya prevalensi perokok khususnya perokok anak di Indonesia,” ujar Ifdhal Kasim selaku Koordinator KMSPT saat konferensi pers Tinjauan Kritis terhadap Peran Pemerintah dalam Isu Pengendalian Tembakau, di Jakarta, Jumat (26/7/2024).
“Kami berharap dan mendorong pemerintahan yang baru nanti, pemerintahan Prabowo-Gibran, lebih berani dan tegas mengendalikan produksi, distribusi dan konsumsi produk tembakau demi melindungi generasi muda Indonesia,” lanjutnya.
Ketua Komnas HAM periode 2007-2012 ini menekankan pentingnya tanggung jawab negara dalam melindungi hak atas kesehatan masyarakat sebagai hak yang fundamental yang diatur secara jelas dalam dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait.
“Oleh karena itu, peran negara (pemerintah) dibutuhkan untuk melindungi hak kesehatan publik khususnya kelompok rentan sebagai pelaksanaan amanat UUD, UU Hak Asasi Manusia, serta Perjanjian Internasional tentang HAM khususnya Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan peraturan perundang-perundangan terkait," smabung dia.
Ketua Komnas HAM saat ini, Atnike Nova Sigiro, yang hadir pada kesempatan tersebut juga mengamini apa yang disampaikan oleh seniornya tersebut.
Menurutnya, dalam perspektif hak asasi manusia, persoalan bahaya tembakau dan produk tembakau melingkupi pelanggaran terhadap perlindungan hak atas kesehatan, termasuk hak atas kesehatan reproduksi, hak perempuan, hak untuk bekerja, juga hak atas lingkungan yang bersih dan sehat.
“Negara memiliki 3 kewajiban yakni kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Pertama, Kewajiban untuk menghormati, berarti negara harus menahan diri dari pelanggaran hak baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam konteks pengendalian tembakau, Negara menahan diri untuk tidak mempromosikan produk tembakau yang berbahaya bagi Kesehatan,” terangnya.
Kedua, lanjut kata dia, kewajiban Negara untuk melindungi, berarti Negara mengharuskan untuk mencegah campur tangan pihak ketiga terhadap hak asasi manusia melalui regulasi yang mengatur industri tembakau.
"Ketiga, negara berkewajibann untuk mengambil semua langkah baik melalui regulasi, prosedur dan sumber daya untuk mewujudkan hak asasi manusia. Ketiga kewajiban itu harus dijalankan oleh Negara untuk memastikan terlindunginya hak asasi manusia dari bahaya tembakau atau produk tembakau.” pungkasnya seraya mendorong partisipasi masyarakat sipil yang luas dalam mengawasi pemerintahan yang akan datang terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak kesehatan publik.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah komisioner dan perwakilan dari Komnas Perempuan, KPAI dan Komnas Disabilitas serta para pegiat HAM dan pengendalian tembakau di Indonesia.
Sejumlah pihak yang hadir mengingatkan pemerintah saat ini untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) sebagai percepatan implementasi UU No. 17/2023 tentang Kesehatan untuk kemajuan pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.