Komite I DPD RI Dorong Optimalisasi Pencegahan, Pemberantasan dan Penghukuman atas Kejahatan Narkotika

Kiki Apriyansyah | Rabu, 14 Agustus 2024 - 16:22 WIB


Upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan narkotika dinilai masih kurang optimal. Lonjakan kasus narkotika ataupun kejahatan yang berulang (residivis) dan penghukuman terhadap kejahatan narkotika cenderung masih mengarah kepada penjeraan melalui pidana penjara yang mengakibatkan over crowded-nya penggunaan lapas.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota DPD RI Dapil Sulawesi Utara Djafar Alkatiri membacakan laporan hasil inventarisasi materi Komite I DPD RI yang disampaikan pada saat Paripurna ke-13 masa sidang V tahun sidang 2023-2024 di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Jakarta - Komite I DPD RI mendorong Peningkatan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yang didominasi oleh tahanan/napi narkotika tidak terlepas dari kurang optimalnya upaya pencegahan, pemberantasan dan penghukuman atas kejahatan narkotika.

Hal ini menjadi salah satu laporan hasil inventarisasi materi reses Komite I DPD RI yang disampaikan pada Sidang Paripurna ke-13, Masa Sidang V, Tahun Sidang 2023-2024, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2024).

Upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan narkotika dinilai masih kurang optimal. Lonjakan kasus narkotika ataupun kejahatan yang berulang (residivis) dan penghukuman terhadap kejahatan narkotika cenderung masih mengarah kepada penjeraan melalui pidana penjara yang mengakibatkan over crowded-nya penggunaan lapas.

Menurut Anggota DPD RI Dapil Sulawesi Utara Djafar Alkatiri, penanganan kejahatan nakotika ini tidak hanya berfokus pada penyediaan lapas untuk pemberian pidana penjara, namun juga perlu adanya Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) di seluruh Indonesia.

“Selain penyediaan lapas yang memadai bagi narapidana kejahatan narkotika, Pemerintah Daerah perlu menyiapkan BNNK dan menggalakkan program kegiatan yang bersifat pencegahan, pemberantasan sampai kegiatan rehabilitasi sebagai upaya penanganan penyalahgunaan narkotika khususnya di Provinsi Sulawesi Utara,” ungkap Djafar.

Pada kesempatan tersebut, Anggota DPD RI Dapil Bali, Gede Ngurah Ambara Putra,  menilai belum optimalnya koordinasi antarinstansi menyebabkan keterlambatan dalam merespon penanganan kasus narkotika. Hal itu disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar lembaga terkait. 

“Peningkatan kasus narkotika di Provinsi Bali tidak linear dengan menurunnya anggaran BNN Provinsi Bali. Penambahan anggaran penanganan narkoba perlu menjadi perhatian pemerintah. Selain itu, juga perlu adanya sinergi antara BNN Bali dengan berbagai lembaga seperti pemerintah daerah, TNI, dan desa adat sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika,” jelas Gede.

Ambara Putra menjelaskan bahwa permasalahan lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah terbatasnya penggunaan teknologi tinggi. Seperti misalnya x-ray oleh LAPAS untuk mendeteksi kejahatan narkotika. Ia menilai diperlukan optimalisasi alternatif hukuman terhadap terhadap kejahatan narkotika selain pidana penjara.

Dapat dengan penguatan jalur rehabilitasi, restorative justice, kerja sosial (social pardon) ataupun bentuk-bentuk hukuman lainnya. Dengan demikian imbuhnya, diharapkan dapat mengurangi over crowded lapas yang terjadi saat ini.

Baca Juga