Gelombang Pertama Covid-19 Saja Belum Selesai, Jokowi Diminta Jangan Bicara Soal Gelombang Kedua

Marhadi | Selasa, 04 Agustus 2020 - 14:21 WIB


Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas Kabinet Indonesia Maju, Selasa (28/7/2020) menyampaikan agar jajaran kementeriannya mewaspadai dan mengantisipasi terhadap kemungkinan risiko terjadinya gelombang kedua Covid-19 dan masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global hingga tahun 2021.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Presiden Joko Widodo (Ist)

Jakarta - Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas Kabinet Indonesia Maju, Selasa (28/7/2020) menyampaikan agar jajaran kementeriannya mewaspadai dan mengantisipasi terhadap kemungkinan risiko terjadinya gelombang kedua Covid-19 dan masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global hingga tahun 2021.

Menanggapi pernyataan Presiden tersebut, Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta mengatakan, mestinya saat ini Presiden dan jajarannya fokus untuk menangani pandemi yang masih menunjukkan kenaikan jumlah kasus.

"Saya heran Pak Presiden mengatakan soal ancaman gelombang kedua, ini bisikan dari tim ahli yang mana, mengingat banyak ahli epidemiologi mengatakan di Indonesia hingga saat ini belum selesai alami fase gelombang pertama. Bahkan Presiden mengatakan tidak tahu kenapa masyarakat makin khawatir dengan covid 19," ujar Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Selasa (3/8/2020).

Sukamta justru mengkhawatirkan, wacana gelombang kedua ini akan seperti wacana pelonggaran PSBB dan New Normal yang pernah dilontarkan pemerintah malah membuat bingung dan membuat lengah kewaspadaan terhadap bahaya Covid-19.

"Wacana ancaman gelombang kedua ini juga terkesan seperti klaim pandemi gelombang pertama sudah bisa diatasi, padahal sampai saat ini, setiap hari terus meningkat jumlah kasus positif, jumlah korban meninggal juga terus bertambah. Saya kira lebih baik presiden dan jajarannya melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dibentuk belum lama ini fokus untuk segera atasi pandemi. Dan kemudian kita berharap tidak terjadi gelombang kedua di Indoesia," tandasnya.

Anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga mengingatkan pemerintah bahwa penanganan Covid-19 yang tidak kunjung tuntas, akan menambah dampak sosial ekonomi yang lebih berat.

"Jadi poin paling penting disini adalah bagaimana pandemi ini bisa segera ditangani, karena soal ancaman krisis ekonomi itu adalah dampak. Jika persoalan utama dalam penanganan pandemi tidak kunjung membaik, dana 695,2 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional saya khawatirkan tidak akan berguna dan jadi sia-sia," sindirnya.

Lebih lanjut anggota DPR RI asal Yogyakarta ini meminta pemerintah segera memperjelas grand desain penangangan Covid-19 yang hingga kini tidak pernah secara terbuka disampaikan kepada publik.

"Sangat wajar jika masyarakat bertanya soal ini, karena sudah lebih dari 4 bulan hal ini berjalan. Hingga hari ini baru beberapa kali jumlah tes usap (PCR) bisa lebih dari 30 ribu sebagaimana dicanangkan Presiden."
Sementara WHO menyebutkan setidaknya perlu 54 ribu tes setiap hari di Indonesia sebagai standar minimum.

"Kalau kemudian Presiden sebut anggaran kesehatan baru terserap 7 persen pada Senin kemarin (27/7/2020), ini kan aneh. Berarti selama ini tidak ada keseriusan dengan anggaran yang tersedia untuk segera atasi pandemi. Saya kira sudah jelas persoalannya dan mana yang prioritas untuk segera diatasi," tegasnya.