Pesantren Ujung Tombak Penguatan Moderasi Beragama

Fuad Rizky Syahputra | Selasa, 17 September 2024 - 18:45 WIB


Kita wajib bersyukur atas wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun negara kita bukan negara yang berdasarkan agama, tetapi semua warga negara bebas untuk memeluk agama dan beribadah.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Penguatan Nilai-Nilai Moderasi Beragama bagi Pendidik pada Pesantren Salafiyah di Jakarta. Dok: Kemenag

Jakarta - Kementerian Agama berharap pesantren terdepan dalam penerapan moderasi beragama. Harapan ini disampaikan Staf Khusus Menteri Agama Abdul Rochman pada Penguatan Nilai-Nilai Moderasi Beragama bagi Pendidik pada Pesantren Salafiyah di Jakarta.

Giat ini diselenggarakan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren selama tiga hari, 11-13 September 2024.

Hadir, para wakil pimpinan bidang kurikulum pesantren atau pengajar kitab Fiqh atau Akidah dari 22 pesantren salafiyah penyelenggara pendidikan kesetaraan (PKPPS).

Abdul Rochman, mengingatkan pentingnya cara pandang keberagamaan yang dimiliki masyarakat muslim Indonesia yang moderat ini, sebagai bentuk syukur bangsa ini atas karunia Tuhan YME.

“Kita wajib bersyukur atas wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun negara kita bukan negara yang berdasarkan agama, tetapi semua warga negara bebas untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinan dan agama masing-masing,” paparnya di Jakarta, Jumat (13/9/2024).

“Bahkan, sebagai umat Islam kita wajib mensyukuri atas adanya undang-undang yang beraroma agama yang mengatur perkawinan, zakat, wakaf, jaminan produk halal, ekonomi dan perbankan syariah, dan peraturan perundang-undangan lainnya,” sambungnya.

Lebih lanjut Cak Adung panggilan akrab Abdul Rochman menyampaikan bahwa setidaknya ada empat indikator utama seseorang dinilai moderat dalam beragama, yaitu komitmen terhadap bangsa dan negara, menentang segala bentuk kekerasan, menolak sikap intoleran, dan menghargai kearifan lokal (local wisdom).

“Pesantren harus menjadi ujung tombak dalam menerapkan spirit moderasi beragama ini. Tidak bisa dibayangkan, jika pesantren yang menjadi tempat menjadikan putra-putra bangsa agar mutafaqqih fiddin? Lebih mengecewakan lagi jika pesantren tidak menghasilkan lulusan sebagaimana yang diidamkan?” jelas Adung.

Kasubdit Pendidikan Kesetaraan pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang juga Ketua Pokja Moderasi Beragama Ditjen Pendidikan Islam Anis Masykhur menegaskan bahwa pesantren harus menjadi agen penguatan moderasi beragama.

 Sebab, moderasi beragama mustahil untuk diimplemetasikan tanpa ada pengetahuan ilmu agama yang luas. Dan, pesantren adalah “kawah candradimuka”, tempat penggodokan dan pengkajian ilmu agama.

Anis menambahkan, ada sembilan kata kunci yang harus selalu diingat sebagai indikator umat yang moderat (ummatan wasatha).

“Sembilan kata kunci ini diambil dari definisi moderasi beragama dan indikatornya, yaitu kemanusian, kemaslahatan umum, keadilan, berimbang, taat konstitusi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan, toleransi, dan penghormatan kepada tradisi” tegas Anis.