Komite IV DPD RI Dorong Optimalisasi PNBP di Provinsi Papua Barat Daya

Kiki Apriyansyah | Selasa, 11 Februari 2025 - 16:14 WIB


Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung menyoroti bahwa meskipun PNBP nasional tahun 2024 mencapai Rp579,5 triliun (20,4% dari total pendapatan negara), masih terdapat ketimpangan dalam distribusi dan pengelolaannya di daerah.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Komite IV DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua Barat Daya dalam rangka pengawasan dan pelaksanaan Undang-aundang nomer 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Ballroom hotel Sorong, Papua Barat Daya, Selasa 11/02/2025.

Sorong – Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Papua Barat Daya dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Ballroom Hotel Vega Sorong, Papua Barat Daya, Selasa 11/02/2025.

Kunjungan ini melibatkan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua Barat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengelolaan PNBP serta mendorong pembangunan daerah yang lebih berkelanjutan. 

Dalam acara tersebut di hadiri oleh Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Komite IV DPD RI, H. Ahmad Nawardi, S.Ag, Pj Gubernur Papua Barat Daya, Dr. Drs. Mohammad Musa’ad, M.Si, serta pejabat dari DJPb, pejabat DJBC, Pemerintah Provinsi, dan kabupaten/kota.

Dalam pertemuan ini, Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung menyoroti bahwa meskipun PNBP nasional tahun 2024 mencapai Rp579,5 triliun (20,4% dari total pendapatan negara), masih terdapat ketimpangan dalam distribusi dan pengelolaannya di daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber daya PNBP di luar sektor Migas dan Minerba.

Sementara itu, Ketua Komite IV DPD RI, H. Ahmad Nawardi, S.Ag, menegaskan bahwa PNBP merupakan sumber pendapatan negara yang strategis, terutama bagi daerah yang kaya sumber daya alam seperti Papua Barat Daya.

"Papua Barat Daya memiliki potensi besar di sektor kelautan, perikanan, dan kehutanan, namun kontribusinya terhadap PNBP masih rendah. Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan PNBP dilakukan secara transparan dan optimal, sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat," ujar Nawardi.

Dalam pemaparan yang disampaikan oleh Perwakilan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua Barat, terungkap bahwa pertumbuhan ekonomi di Papua Barat Daya pada tahun 2024 mencapai 19,56% (year-on-year/yoy), jauh melampaui rata-rata nasional yang hanya sebesar 4,95%. Pertumbuhan ini didorong oleh beberapa sektor utama, seperti Migas, perikanan, kehutanan, serta jasa layanan publik.

Namun, meskipun angka pertumbuhan ekonomi tergolong tinggi, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di daerah ini masih belum optimal, terutama dalam pemanfaatan potensi dari sektor perikanan dan kehutanan.

Dari sisi keuangan, total pendapatan APBN di Papua Barat mencapai Rp3,4 triliun, mengalami kenaikan 10,47% dibanding tahun sebelumnya. Sayangnya, pendapatan ini masih didominasi oleh sektor sumber daya alam, sementara sektor lain seperti perikanan dan masih kehutanan kurang tergarap.

Sementara itu, realisasi belanja kementerian/lembaga di Papua Barat tercatat sebesar Rp9,3 triliun, dengan peningkatan sebesar 4,96%. Selain itu, Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp19,6 triliun, yang mengalami pertumbuhan 18,44%, menunjukkan ketergantungan yang masih tinggi terhadap dana dari pemerintah pusat.

Selain itu dalam pemaparan yang disampaikan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua Barat, terdapat beberapa permasalahan utama yang menjadi hambatan dalam optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Papua Barat Daya.

Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sektor Migas dan Minerba, yang hingga saat ini masih menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan negara di wilayah ini. Meskipun Papua Barat Daya memiliki kekayaan alam yang melimpah di sektor kelautan, perikanan, dan kehutanan, namun kontribusi dari sektor-sektor tersebut terhadap PNBP masih tergolong rendah.

Hal ini disebabkan oleh minimnya upaya diversifikasi serta belum adanya strategi yang kuat untuk mengembangkan sektor non Migas sebagai sumber pendapatan alternatif.

Dalam sesi diskusi ada beberapa pertanyaan salah satunya oleh Casytha Arriwi Senator Provinsi Jawa Tengah berkaitan dengan serapan PNBP yang diterima oleh Negara dan jumlah yang diterima oleh daerah dari penerimaan tersebut.

“serapan dari penerimaan PNBP yang diterima oleh daerah melalui dana bagi hasil dari pusat ke daerah. Apakah daerah mengetahui ukuran penghitungan atau mekanisme yang diterima dari serapan PNBP sehingga jumlah yang diterima ada dasar penghitungannya,” Ujar Casyhta.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Komite IV DPD RI mendorong beberapa langkah strategis, antara lain:
1. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, guna memastikan alokasi PNBP lebih merata dan sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
2. Peningkatan transparansi dan efisiensi pengelolaan PNBP guna mencegah kebocoran dan penyalahgunaan.
3. Diversifikasi sektor PNBP, terutama dari sektor kelautan, perikanan, dan kehutanan, yang memiliki potensi besar di Papua Barat Daya.
4. Mendorong reformasi tata kelola PNBP, agar lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat daerah penghasil.

DPD RI berharap hasil pengawasan ini dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola PNBP secara lebih efektif. 

“Kami ingin memastikan bahwa PNBP yang diperoleh dari daerah benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, bukan hanya sekadar angka dalam laporan keuangan,” ujarTamsil Linrung.

Acara ini ditutup dengan komitmen bersama antara DPD RI dan pemerintah daerah untuk terus mengawal implementasi UU PNBP guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatdan mendorong pembangunan berkelanjutan di Papua Barat Daya.

Baca Juga