Jakarta - Wakil Ketua (Waka) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) yang juga Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA sangat prihatin dengan kembali terjadinya penistaan terhadap rumah ibadah (mushola), dan mendorong pembentukan panitia kerja pada Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan kegamaan, untuk mengusut tuntas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan-perusakan masjid/mushola yang semakin marak belakangan ini.
HNW sapaan akrabnya menuturkan bahwa kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid sudah semakin meresahkan umat dan masyarakat. Uniknya, hampir semua kasus berujung kepada opini/kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi.
“Ini perlu diusut secara tuntas, dan DPR penting menggunakan kewenangannya terkait pengawasan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu, agar hukum tegak, kejahatan sejenis bisa dihentikan, dan Negara betul-betul hadir untuk melindungi seluruh tumpah Darah dan Rakyat Indonesia termasuk para Tokoh Agama dan Simbol Agama seperti Masjid dan Mushola,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (2/10/2020).
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa peristiwa kekerasan terhadap ulama dan perusakan masjid/mushola masih terus berlanjut dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, saat bangsa Indonesia memperingati peristiwa G30S/PKI.
Kasus-kasus terakhir terjadi terhadap ulama kondang Syaikh Ali Jaber yang ditusuk ketika berceramah di Lampung, perusakan masjid di Dago (Bandung) dan terakhir tindakan vandalisme (corat coret Mushola, robek kitab suci Al Quran dan gunting sajadah) di Musholla Darussalam di Pasar Kemis, Tangerang.
HNW menambahkan bahwa pengawasan DPR RI terhadap pelaksanaan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi setiap warga negara dan simbol agama, termasuk ulama dan tempat ibadah/masjid/mushola sangat perlu dilakukan. Apalagi, bila dikaitkan dengan analisis kontroversial Menteri Agama bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Al Quran yang mahir berbahasa Arab dan good-looking.
“Tapi faktanya, yang terjadi justru adalah Masjid di Dago dan Musholla di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hapal Al Quran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak good-looking. Sedangkan Syaikh Ali Jaber penceramah di Masjid yang moderat dan tidak radikal, penghapal Al Quran, mahir bahasa Arab, dan good-looking malah menjadi korban teror dan radikalisme,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata perlu adanya UU yang bersifat lex specialis sebagai Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, dan karenanya RUU-nya penting untuk segera dibahas dan disahkan.
“DPR dan Pemerintah harusnya responsif dengan kasus-kasus pelanggaran hukum dan meresahkan masyarakat yang marak terjadi, seperti kasus pengrusakan rumah ibadah dan penusukan Ulama, karenanya mestinya DPR dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan RUU itu,” tuturnya.
Namun, HNW mengingatkan bahwa sambil menunggu pembahasan RUU itu dilakukan, maka Komisi VIII DPR RI bisa juga dapat segera membentuk Panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan DPR RI terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.
“Ini juga adalah salah satu tupoksi utama dari Komisi VIII, yakni melakukan pengawasan terhadap urusan keagamaan di Indonesia,” pungkasnya.