BULD DPD RI Dorong Rekonstruksi Regulasi Ketahanan Pangan

Kiki Apriyansyah | Senin, 19 Mei 2025 - 14:58 WIB


BULD DPD RI menilai kebijakan ketahanan pangan nasional perlu diperkuat menyusul penurunan produksi akibat alih fungsi lahan.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota BULD DPD RI foto bersama pakar hukum agraria Universitas Bengkulu (UNIB) usai menggelar RDPU di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/05/2025).

Jakarta - Badan Urusan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BULD DPD RI) menilai bahwa kebijakan ketahanan pangan nasional perlu diperkuat akibat penurunan produksi pangan. Oleh sebab itu, BULD menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama pakar hukum agraria Universitas Bengkulu (UNIB), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI). Dalam RDPU yang dipimpin oleh Wakil Ketua III BULD DPD RI Agita Nurfianti dan didampingi oleh Abdul Hamid selaku Wakil Ketua II. 
 
“Permasalahan mengenai ketahanan pangan masih menjadi hal yang krusial. Berdasarkan temuan di lapangan, penurunan produksi pangan salah satunya diakibatkan oleh meluasnya alih fungsi lahan dan mudahnya mendapatkan izin pemanfaatan ruang. BULD DPD RI merasa perlu melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ketahanan pangan yang telah dilakukan pemerintah,” ucap Agita yang juga merupakan Senator asal Jawa Barat di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/05/2025).
 
Sejumlah Anggota BULD DPD RI memberikan pandangan atas paparan pakar sebagai langkah monitoring terkait ketahanan pangan. Anggota DPD RI asal Lampung, Ahmad Bastian menjelaskan kondisi keuangan di daerah yang menyebabkan daerah kesulitan dalam menjalankan Perda mengenai pangan. Sehingga persoalan pertanian seharusnya diangkat menjadi program strategis nasional, bukan hanya dibebankan pada sektor tertentu. 
“Agar regulasi pertanian dari hulu ke hilir dapat ditangani secara baik,” sebut Bastian.
 
Sementara itu Anggota DPD RI asal Maluku Utara Hasby Yusuf mengatakan, diperlukan langkah political will yang bertujuan agar terbentuk komitmen khususnya dalam alokasi anggaran program ketahanan pangan beserta formulasi dan regulasi yang pasti. 

“Kepastian regulasi diperlukan untuk mencegah tabrakan Undang-Undang (UU), terutama pada UU Tata Ruang, UU Pangan dan UU Pertambangan yang sering terjadi,” kata Hasby.

Direktur Eksekutif KPPOD Herman Suparman menyatakan bahwa untuk mewujudkan kemandirian pangan, perlu perancangan kebijakan sebagai urusan pemerintahan wajib dengan pendekatan multisektoral, desentralisasi asimetris, dan bottom-up.
“Perencanaan pangan nasional juga harus merupakan hasil aspirasi pemerintah daerah. Permasalahan yang terjadi kebijakan di level UU sampai Perda belum sesuai dengan pendekatan ini,” pungkasnya.

Di sisi lain, Herawan selaku pakar hukum agraria Universitas Bengkulu menyarankan pembenahan persoalan hukum terkait pangan dimulai dari substansi, pelaksanaan hingga penegakan. “Jangan hanya pandai membuat peraturan namun lemah di pelaksanaan dan pembenahan terutama di level Perda,” serunya. 

Khudori selaku pengamat ekonomi pertanian AEPI menjelaskan bahwa solusi untuk menanggulangi penurunan jumlah cadangan pangan adalah perluasan lahan produksi. Dirinya juga meminta negara hadir dalam mengatur harga pangan agar daya beli masyarakat miskin tetap tinggi. Menurutnya, kinerja pemerintah dalam pengendalian harga pangan sangat rendah.

“Hal ini yang menyebabkan 73% pengeluaran masyarakat hanya untuk pangan dan mengakibatkan masyarakat miskin kesulitan dalam pemenuhan gizi,” serunya.

Di akhir rapat, Ketua BULD DPD RI Stefanus B.A.N Liow menegaskan akan mendorong collaborative governance dalam kebijakan ketahanan pangan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

“BULD DPD RI juga mendorong rekonstruksi pengaturan mengenai ketahanan pangan dalam kerangka UU dan Perda untuk menjamin kepastian hukum,” tutup Senator asal Sulawesi Utara tersebut.

Baca Juga