Johan Rosihan Dorong Revisi UU Pangan: Negara Harus Ambil Alih Kendali Kedaulatan Pangan

Kiki Apriyansyah | Selasa, 20 Mei 2025 - 16:44 WIB


Johan Rosihan mendesak revisi total terhadap Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang dinilainya gagal melindungi kepentingan petani dan memperkuat kedaulatan pangan nasional.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan saat memberikan paparannya dalam Dalam Forum Legislasi bertajuk "DPR RI Segera Bahas RUU Pangan untuk Mendukung Program Pemerintah", yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (20/5/2025).

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan mendesak revisi menyeluruh terhadap Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun 2012. Ia menilai undang-undang tersebut belum mampu menjadi landasan kuat dalam memperjuangkan kedaulatan pangan nasional dan justru memperbesar ketergantungan pada impor.

Dalam Forum Legislasi bertajuk "DPR RI Segera Bahas RUU Pangan untuk Mendukung Program Pemerintah", yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (20/05/2025), Johan menyampaikan kritik tajam terhadap arah kebijakan pangan nasional saat ini.

"Undang-undang ini tidak punya gigi dalam melindungi produksi petani lokal. Kita harus hentikan dominasi impor yang merugikan rakyat kecil," ujar Johan dalam paparannya.

Politikus Fraksi PKS itu menyoroti tiga kelemahan utama dalam UU Pangan yang berlaku saat ini: tidak adanya sanksi tegas terhadap impor berlebihan, lemahnya insentif bagi produksi dalam negeri, dan tidak kuatnya penguatan terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945.

Ia juga mempertanyakan ketidakhadiran negara dalam mengatur mekanisme pasar pangan. "Kalau negara abai, petani dikorbankan. Kita tidak bisa menyerahkan pangan sepenuhnya ke pasar bebas. Ini menyangkut kedaulatan bangsa," tegasnya.

Revisi UU Pangan, Antara Urgensi dan Kemandekan

Johan mengkritisi kebijakan cadangan pangan yang dinilainya tidak berpihak pada petani. Ia mencontohkan peran Bulog yang hanya diberi kuota menyerap 3 juta ton dari total 19 juta ton produksi gabah nasional.

"Artinya, 16 juta ton gabah nasibnya di tangan tengkulak. Ini jelas membuat harga di tingkat petani tidak stabil," ujar Johan. Ia juga menyinggung klaim pemerintah tentang penghentian impor beras, sambil mempertanyakan mengapa harga beras dalam negeri tetap tinggi.

Menuju Kemandirian, Bukan Ilusi Swasembada

Bagi Johan, langkah merevisi UU Pangan harus diarahkan pada pencapaian swasembada sejati, bukan sekadar jargon politik. Ia mengusulkan pembentukan Kementerian Pangan untuk menyatukan kebijakan dan pelaksanaan teknis pangan nasional, serta memperkuat peran Bulog sebagai instrumen negara.

Lebih jauh, ia menawarkan desain besar ketahanan pangan yang terdiri dari empat pilar utama: produksi berkelanjutan dan mandiri, distribusi terkendali, konsumsi sehat berbasis pangan lokal, serta cadangan yang kuat dan strategis.

"Lahan pertanian berkelanjutan harus masuk dalam prioritas pembangunan nasional. Ini bukan urusan teknis biasa, ini soal hidup matinya bangsa," tandas Johan.

Baca Juga