Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Zet Tadung Allo, memaparkan secara komprehensif perkembangan penanganan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret dua tersangka, yakni AKBP Fajar dan Stefani, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, Mabes Polri, Polda NTT, dan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Dalam paparannya, Kajati Zet menekankan bahwa sejak kasus ini mencuat dan menjadi sorotan media, termasuk internasional, Jaksa Agung RI telah memberikan arahan agar penanganan dilakukan secara profesional dan berintegritas demi menjaga martabat bangsa.
“Perkara ini ditangani dengan sangat hati-hati dan profesional. Jaksa Agung sejak awal sudah memberikan arahan agar kami memastikan penanganannya sesuai hukum dan pedoman yang berlaku, karena ini menyangkut anak dan perempuan sebagai korban,” ujar Zet.
Zet menjelaskan, Kejaksaan RI telah memiliki sejumlah pedoman dalam menangani perkara serupa, antara lain Peraturan Kejaksaan RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang penanganan perkara persetubuhan terhadap anak dan perbuatan cabul terhadap anak, serta Peraturan Nomor 1 Tahun 2021 tentang pedoman akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana.
“Penanganan perkara yang melibatkan perempuan dan anak wajib dilakukan dengan perspektif keadilan dan harus didahulukan dari perkara lainnya,” tegasnya.
Dua Tersangka dan Konstruksi Hukum
Dalam perkara ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. AKBP Fajar, yang saat itu menjabat Kapolres, dikenai pasal berlapis:
Pasal 81 ayat (1) jo Pasal 76E UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU ITE
Sementara tersangka kedua, Stefani, dikenakan:
Pasal 81 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 dan Pasal 17 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO
Zet menyebut bahwa jaksa menilai secara cermat unsur-unsur seperti identitas pelaku dan korban, alat bukti, serta dampak pidana dalam menentukan pasal-pasal yang tepat.
Tiga Korban Anak di Bawah Umur
Dalam berkas perkara, tercatat tiga korban yang seluruhnya merupakan anak di bawah umur. Kajati menjelaskan identitas dan waktu kejadian secara singkat:
Korban pertama, kejadian di Hotel Harper, Kupang, pada Juni 2024.
Korban kedua, Milda Apriani (nama disamarkan), usia 16 tahun, kejadian di Hotel Kristal, Kupang, 15 Januari 2025.
Korban ketiga, kejadian pada 25 Januari 2025, juga di Hotel Kristal.
“Seluruh korban adalah anak-anak di bawah umur, dan seluruh peristiwa terjadi di wilayah Kupang,” ungkap Zet.
Koordinasi Lintas Lembaga
Kajati juga melaporkan bahwa hingga saat ini pihaknya masih menunggu pelimpahan berkas lanjutan untuk tersangka Stefani dari penyidik Polda NTT. Ia menekankan bahwa komunikasi dan koordinasi antara lembaga penegak hukum di NTT berjalan intensif dan baik.
“Kami melakukan evaluasi rutin bersama Polda, dan memang beberapa kendala administratif menyebabkan durasi proses terasa panjang. Namun, kami pastikan semua berjalan sesuai prosedur,” pungkasnya.
Kajati Zet juga menyampaikan apresiasinya terhadap Komisi III DPR RI atas perhatian serius terhadap penanganan kasus ini, sekaligus menegaskan bahwa kejaksaan akan terus mengedepankan profesionalitas dan keadilan, terutama dalam perkara-perkara yang melibatkan korban anak dan perempuan.