Webinar Nasional,Tantangan dan Peluang Pelaksanaan KKPR dalam Mendukung Perizinan Usaha

Fuad Rizky Syahputra | Selasa, 10 Juni 2025 - 12:27 WIB


Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang menjadi landasan utama dalam memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang telah selaras dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : webinar bertema "Tantangan dan Peluang Pelaksanaan KKPR Sebagai Persyaratan Perizinan Usaha. Dok: Istimewa.

Jakarta - Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, pemerintah terus mendorong penyederhanaan perizinan berusaha guna menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.

Salah satu langkah strategis yang diambil adalah penerapan mekanisme perizinan berbasis risiko, di mana setiap pelaku usaha diwajibkan memenuhi persyaratan berupa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).

KKPR menjadi landasan utama dalam memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang telah selaras dengan rencana tata ruang yang berlaku.

Dengan demikian, KKPR tidak hanya berfungsi sebagai dokumen administratif semata, melainkan juga sebagai instrumen penting dalam menjaga keteraturan pemanfaatan ruang, memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha, serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

KKPR juga mencerminkan upaya harmonisasi antara kebijakan pembangunan nasional dan kebijakan penataan ruang, sehingga perannya sangat krusial dalam keseluruhan proses perizinan berusaha.

Meski telah diterapkan secara nasional, pelaksanaan KKPR di lapangan masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah belum seragamnya pemahaman dan interpretasi para pemangku kepentingan terhadap substansi dan mekanisme KKPR.

Hal ini menjadi perhatian utama dalam webinar bertema "Tantangan dan Peluang Pelaksanaan KKPR Sebagai Persyaratan Perizinan Usaha" pada Kamis (05/06/25) yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Tata Ruang bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Webinar ini diikuti oleh lebih dari 700 peserta dari berbagai kalangan, termasuk pegawai pemerintah pusat dan daerah, praktisi, asosiasi profesi, akademisi, serta masyarakat umum.

Dalam sambutan pembukanya, Direktur Jenderal Tata Ruang, Suyus Windayana, menyampaikan bahwa webinar ini bertujuan sebagai media sosialisasi kebijakan tata ruang, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan KKPR. Ia berharap diskusi ini dapat menghasilkan masukan konkret bagi perbaikan proses KKPR agar dapat berjalan lebih baik, akurat, dan cepat.

Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang, Prasetyo Wiranto, memaparkan bahwa KKPR merupakan instrumen penting dalam sistem perizinan berusaha yang terintegrasi dengan sistem Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS-RBA).

Pemerintah saat ini terus mendorong percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta integrasinya ke dalam sistem OSS, yang dinilai menjadi salah satu kunci utama dalam menyederhanakan proses KKPR.

Selain itu strategi percepatan layanan KKPR lainnya adalah pembangunan dan pemanfaatan Pusat Data Nasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta edukasi publik agar masyarakat semakin memahami ekosistem digital layanan KKPR.

Pembahasan selanjutnya disampaikan oleh Kepala Subdirektorat Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Wilayah E, Corry Agustina, yang menjelaskan teknis pelaksanaan KKPR, terutama untuk lokasi yang belum memiliki RDTR terintegrasi OSS.

Dalam kondisi tersebut, proses penerbitan izin dilakukan melalui mekanisme Persetujuan KKPR, yang dilakukan dengan penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang yang berlaku di wilayah tersebut. Penilaian ini mencakup kajian terhadap keseluruhan dokumen rencana tata ruang serta kebijakan sektoral lain yang terkait.

Salah satu elemen dalam proses ini adalah Pertimbangan Teknis Pertanahan (PTP), yang diterbitkan oleh kantor pertanahan setempat sebagai dasar penilaian lebih lanjut.

Menurut Corry, dalam proses penilaian KKPR, lokasi permohonan akan di-overlay dengan berbagai kebijakan sektoral guna memastikan kesesuaian dan legalitasnya.

“Karena KKPR merupakan produk hukum, justifikasi yang diberikan harus sangat komprehensif dan terperinci, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara administratif dan hukum,” ungkapnya.

Sesi berikutnya diisi oleh Penata Ruang Ahli Madya, M. Refqi, yang memaparkan studi kasus terkait pelaksanaan KKPR di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa salah satu tantangan yang sering muncul adalah adanya ketidaksesuaian atau inkonsistensi antara lokasi yang diajukan oleh pemohon dengan hasil verifikasi teknis, khususnya dari PTP.

Permasalahan ini semakin kompleks apabila pemohon tidak melampirkan bukti penguasaan tanah, sehingga proses penilaian menjadi lebih panjang. Dalam situasi seperti ini, jika terdapat irisan antara area permohonan dengan hasil PTP, maka hanya area yang sesuai dengan rencana tata ruang selain RDTR yang dapat disetujui. Sebaliknya, jika tidak terdapat irisan, maka area yang dapat dipertimbangkan hanyalah yang telah dinyatakan sesuai secara spasial dan regulatif.

Refqi menambahkan, apabila pemohon melampirkan bukti penguasaan tanah, maka area yang dapat disetujui bisa diperluas dengan mempertimbangkan berita acara dan kejelasan batas penguasaan, baik sebagian dari area hasil PTP maupun berdasarkan bukti yang dimiliki pemohon. Mekanisme ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan hukum terhadap pemohon dan ketertiban pemanfaatan ruang.

Melalui webinar ini, Direktorat Jenderal Tata Ruang berharap seluruh pemangku kepentingan memiliki pemahaman yang lebih utuh mengenai pentingnya KKPR dalam mendukung proses perizinan berusaha, sekaligus mendorong penyempurnaan sistem agar lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan. Webinar ini juga menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun keselarasan antara kebijakan pembangunan dan pengelolaan ruang yang bertanggung jawab.