Tanggapan Publik Negatif Kementerian PKP Batalkan Rumah Subsidi 14 Meter, Maruarar : Saya Harus Sportif

Yapto Eko Prahasta | Kamis, 10 Juli 2025 - 17:38 WIB


Keputusan pembatalan ini murni karena pertimbangan objektif dari kritik dan penilaian publik.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Menteri PKP Maruarar Sirait dan Ketua Komisi V DPR Lasarus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Jakarta - Proyek pembangunan rumah subsidi yang didesain dengan luas bangunan 14 meter persegi (m2) secara resmi dibatalkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

Keputusan itu diambil Menteri PKP, Maruarar Sirait setelah menerima banyak masukan dari berbagai pihak, termasuk DPR dan masyarakat, yang mayoritas menolak isi dari usulan tersebut.

"Tadi sudah saya sampaikan, dan saya juga mohon maaf kalau itu menimbulkan pandangan yang mengingatkan dari berbagai pihak, termasuk dari Pak Ketua Komisi V DPR. Tapi itu kan kami memang ingin mendengar. Itu baru draf, draf dari Kementerian Perumahan," kata Maruarar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7).

Ia menjelaskan, niat awal dari publikasi draf yang mengatur ukuran rumah subsidi tersebut adalah untuk mengukur respons publik sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.

Namun setelah melihat respons negatif dari masyarakat dan pengingat dari DPR, Maruarar menilai bahwa langkah terbaik adalah membatalkan kebijakan tersebut.

"Kenapa saya kasih draf? Untuk mendapatkan respons masyarakat. Kalau saya melihat respons masyarakatnya tidak baik, dari DPR juga mengingatkan, masa saya jalan terus? Berarti saya tidak mendengarkan," katanya.

Menurutnya, mayoritas masukan yang diterima bernada penolakan, bahkan menilai kebijakan tersebut tidak layak secara kesehatan maupun keadilan sosial.

"Masukan selama sebulan saya harus katakan dengan jujur, mayoritas negatif. Jadi saya harus sportif, saya batalkan," ujar Maruarar.

Maruarar juga menekankan bahwa pembatalan ini adalah bentuk tanggung jawabnya sebagai pejabat negara yang wajib mendengarkan aspirasi rakyat.

"Jadi saya harus begitu. Saya sebagai pejabat negara tentu tidak bisa mengambil kebijakan publik tanpa mendengarkan suara rakyat. Jadi bukan saya ambil keputusan dulu baru dengar masukan. Tidak. Drafnya saya lempar ke publik untuk mendapatkan masukan," tuturnya.

Maruarar pun memastikan bahwa keputusan pembatalan ini murni karena pertimbangan objektif dari kritik dan penilaian publik.

"Jadi itu batal karena masukan dari DPR, masyarakat, dan berbagai kalangan, karena itu dinilai tidak layak untuk kesehatan dan sebagainya. Maka itu harus saya batalkan," tandasnya.