JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, membantah tudingan bahwa mayoritas anggota Komisi XI DPR menerima atau menikmati dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dia menegaskan bahwa dana CSR tersebut langsung disalurkan kepada pihak yang membutuhkan, tanpa melalui anggota DPR.
“Jadi anggaran CSR itu tidak dibagikan ke anggota. Itu dibagikan langsung kepada yang minta, misalnya rumah ibadah, gereja, masjid, atau UMKM. Anggota tidak pernah megang uang sama sekali,” kata Mekeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Mekeng menjelaskan bahwa peran anggota DPR sebatas menyampaikan permohonan masyarakat kepada BI atau OJK.
Setelah itu, proses penyaluran dilakukan langsung oleh lembaga terkait kepada pihak penerima.
“Anggota hanya menyampaikan kepada Bank Indonesia, bilang, ini ada masjid di daerah sini, minta tolong dibantu. Itu diproses langsung oleh Bank Indonesia, uangnya langsung ke masjidnya,” ucapnya.
Pernyataan Mekeng tersebut merespons mencuatnya kasus dugaan penyalahgunaan dana CSR oleh sejumlah pihak, termasuk nama anggota DPR seperti Satori dan Heri Gunawan yang saat telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Mekeng menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing, bukan mencerminkan perilaku seluruh anggota Komisi XI.
“Yang saya tahu adalah mekanisme itu. Yang mereka lakukan saya enggak tahu. Tahu-tahu yang muncul ini ya tentunya KPK punya alat untuk mendeteksi,” katanya.
Lebih lanjut, Mekeng kembali menegaskan bahwa secara umum, mekanisme penyaluran CSR dari BI dan OJK tidak melibatkan anggota DPR dalam pengelolaan dana.
“Anggota yang lain pada umumnya mereka langsung serahkan kepada BI atau OJK, mereka langsung kepada peminta, misalnya rumah ibadah, gereja, masjid, terus UMKM. Mereka yang proses dan uangnya langsung kepada yang minta. Enggak ada yang ke anggota,” pungkasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan adanya keterlibatan massal anggota Komisi XI DPR RI dalam dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Sinyal ini menguat setelah adanya pengakuan dari tersangka baru, Satori, yang menyebut bahwa sebagian besar rekannya di komisi yang membidangi keuangan dan perbankan itu turut menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami pengakuan krusial dari mantan anggota Komisi XI Fraksi NasDem tersebut.
Satori, bersama rekannya dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) OJK periode 2020–2023.
"Bahwa menurut pengakuan ST (Satori) sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut," ujar Asep Guntur dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
Menindaklanjuti informasi tersebut, Asep menegaskan penyidik tidak akan berhenti pada kedua tersangka.
KPK akan segera memanggil dan memeriksa para legislator di Komisi XI untuk mengklarifikasi aliran dana dan peruntukannya.
"Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini," jelasnya.
Selain membidik para anggota dewan, KPK juga akan mendalami motif BI dan OJK sebagai mitra kerja Komisi XI dalam menyalurkan dana bantuan sosial tersebut kepada para legislator.
"Kami juga concern untuk mendalami alasan apa dari BI maupun OJK sehingga diberikan dana bantuan sosial kepada Komisi XI ini," tambah Asep.
Dalam kasus ini, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, sementara Heri Gunawan menerima Rp15,86 miliar.
Dana tersebut diduga berasal dari kegiatan PSBI, PJK OJK, serta mitra kerja Komisi XI lainnya.
Modus yang digunakan adalah dengan mengajukan proposal bantuan dana sosial melalui yayasan-yayasan yang dikelola oleh rumah aspirasi masing-masing tersangka.
Namun, menurut KPK, dana miliaran rupiah tersebut tidak digunakan untuk kegiatan sosial sebagaimana mestinya.
Sebaliknya, uang tersebut disinyalir mengalir untuk kepentingan pribadi kedua tersangka, mulai dari pembelian tanah, bangunan, kendaraan, hingga untuk keperluan pembangunan properti seperti showroom dan rumah makan.
Atas perbuatannya, Satori dan Heri Gunawan dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pengakuan Satori kini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar dugaan praktik korupsi yang lebih luas di salah satu komisi vital di DPR RI.