Wamenpar: Tenun Sekomandi Jadi Daya Tarik Wisata Budaya Sulbar

Rus | Kamis, 28 Agustus 2025 - 17:51 WIB


Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Puspa menutup kunjungan kerjanya di Sulawesi Barat dengan mengunjungi Rumah Tenun Sekomandi di Kalumpang, Mamuju.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Wamenpar Ni Luh Puspa (foto dok : Kemenpar)

Jakarta - Wamenpar berpesan kepada para penerus dan masyarakat setempat agar terus menjaga dan melestarikan tenun warisan leluhur yang telah berusia ratusan tahun dan sarat makna spiritual ini.

“Tenun Sekomandi bukan sekadar kerajinan, tapi cerminan kearifan lokal yang membentuk ekosistem budaya sekaligus daya tarik wisata di Mamuju. Untuk itu, pesan saya jaga dan lestarikan terus apa yang sudah diwariskan oleh para leluhur Kalumpang-Mamuju,” kata Wamenpar Ni Luh Puspa dalam keterangannya di Mamuju, Rabu (27/8/2025).

Tenun Sekomandi diyakini sebagai salah satu tenun tertua di dunia. Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2016 ini diperkirakan berusia lebih dari 500 tahun. Beberapa motifnya bahkan mirip ornamen seni prasejarah di situs Kalumpang.

Motif tenun Sekomandi pertama adalah “Ulu Karua” atau juga dikenal sebagai “Ba’ba Deata”. “Ulu Karua” berarti delapan ketua adat, yang merepresentasikan delapan leluhur pemimpin masyarakat adat di masa lampau. Sementara “Ba’ba Deata” artinya kesatuan dari rumpun keluarga yang kuat.

Menurut keterangan Nurhayati, salah satu keturunan penerus kain tenun Sekomandi, penamaan “Ulu Kalua” atau “Ba’ba Deata” berasal dari sejak zaman dahulu, saat nenek moyangnya berburu bersama anjingnya, lalu masuk ke dalam gua. Dan ketika keluar gua, anjing tersebut mengigit daun bermotif yang kemudian menjadi motif pertama tenun Sekomandi.

Hingga saat ini, Nurhayati masih menyimpan tenun Sekomandi "Ulu Kalua" yang diperkirakan telah berusia 100 tahun lebih. Meski warnanya terlihat pudar, kualitas dan keasliannya tetap terjaga.

Proses pembuatan tenun Sekomandi sendiri memiliki latar belakang spiritual, dimana seorang penenun mengalami pengalaman mistis yang kemudian dianggap sebagai ilham mengenai cara membuat tenun Sekomandi.

Proses pembuatan tenun Sekomandi dimulai dengan memintal kapas menjadi benang, proses ini dinamakan ma’kare’. Kemudian masuk ke tahap mangrara, dimana bahan tersebut diberi perwarna alami yang diracik dari akar, daun, kulit kayu, hingga tanaman cabai. Tak ayal kain tenun Sekomandi memiliki harum khas rempah-rempah. Untuk warnanya, kain tenun Sekomandi didominasi oleh warna cokelat merah atau krem dengan hitam sebagai warna dasar.

Setelah itu, masuk ke proses ma’bida, mengikat benang sesuai motif atau pola yang diinginkan. Dan tahap terakhir ma’tannun yaitu proses menenun benang di atas alat tenun tradisional (gedogan).

Setiap tahapan proses menenun ini memerlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, serta keahlian yang diperoleh dari pengalaman dan tradisi turun-temurun. Hasil akhir dari proses ini adalah kain tenun Sekomandi yang indah, sarat budaya dan makna. Untuk pembuatan sehelai kain tenun Sekomandi dapat memakan waktu hingga tiga bulan lamanya.

Wamenpar Ni Luh Puspa berharap tenun Sekomandi bisa menjadi inspirasi bagi pelaku usaha lainnya untuk melestarikan warisan budaya para leluhur yang kini menjadi produk unggulan masyarakat Kalumpang-Mamuju dan menjadi daya tarik wisata budaya berbasis komunitas yang telah dikenal secara luas hingga mancanegara.

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengembangkan program unggulan salah satunya pengembangan desa wisata berbasis komunitas. Program ini diharapkan dapat relevan bagi masyarakat termasuk di Sulbar untuk memberdayakan desa-desa wisata, meningkatkan perekonomian lokal, serta melestarikan budaya dan lingkungan yang sejalan dengan cita-cita keberlanjutan tenun Sekomandi.