Jakarta - Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya tengah mengusut praktik mafia tanah yang palsukan dokumen dalam gugatan perdata. Dalam kasus ini Pertamina selaku pelapor mengalami kerugian Rp 244 miliar.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjelaskan bahwa dugaan pemalsuan dokumen itu bermula dari persoalan perdata yang menyatakan Pertamina kalah di pengadilan.
"Jadi jangan sampai nanti ada persepsi yang salah Rp 244 miliar itu dianggapnya sebagai kerugian Pertamina akibat penyidikan. Padahal itu adalah putusan pengadilan. Lalu mereka berperdata dua kali, Pertamina kalah," kata Tubagus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Akibat kekalahan perdata itu, pengadilan memutuskan Pertamina membayar sejumlah uang. Putusan pengadilan mewajibkan Pertamina membayar ganti rugi kepada penggugat senilai Rp 244 miliar.
Pihak Pertamina kemudian menelusuri dokumen dalam gugatan tersebut. Pertamina menemukan sejumlah dokumen palsu yang kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Oktober 2020.
"Pertamina mencoba menggali apakah di dalam proses berperdata tadi ada proses yang dipalsukan oleh pihak lain, itu aja. Polisi dalam hal ini hanya coba membuktikan ada nggak dokumen palsu yang digunakan. Jadi kalau pakai 263 KUHP 266 KUHP, (soal) pemalsuan," terang Tubagus.
"Tiap menggunakan pasal itu objeknya harus surat. Nah surat tadi untuk membuktikan palsu dan tidak palsu butuh pembanding untuk meyakinkan itu palsu atau tidak palsu. Itu yang dikerjakan," lanjut dia.
Lebih lanjut Tubagus mengatakan pihaknya kini hanya berfokus pada persoalan unsur pidana yang tengah digali dalam kasus tersebut. Persoalan perdata Pertamina, lanjut Tubagus, di luar wewenang kepolisian.
"Yang masuk ke areal kita yang khusus aja, maksudnya kita coba yang dilaporkan diduga palsu itu yang mana? Kalau memang itu benar diduga palsu baru kita cari siapa yang bikin. Kalau kita lebih fokus kepada LP yang dilaporkan. Polisi masuk ke area perdata itu di luar batas kita," pungkas Tubagus.