Jakarta - Upaya penanganan banjir di Kota Semarang menunjukkan hasil positif setelah dilakukan berbagai langkah terpadu antara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Kepala BNPB Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., menyampaikan kondisi banjir kini relatif terkendali, meskipun sebagian kecil wilayah masih tergenang. “Kita pastikan dua-tiga hari ke depan semuanya sudah kering,” ujarnya saat meninjau kolam retensi Terboyo, Senin (3/11).
BNPB bersama BMKG mengidentifikasi bahwa curah hujan ekstrem menjadi penyebab utama meluapnya air di sejumlah wilayah. BMKG juga memperingatkan bahwa potensi cuaca ekstrem di Jawa Tengah masih akan berlangsung hingga awal tahun 2026.
Sebagai langkah mitigasi, BNPB melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) selama sepuluh hari untuk menekan curah hujan di wilayah terdampak. Dua pesawat disiagakan guna menaburkan bahan semai Natrium Klorida dan Kalsium Oksida di awan hujan agar intensitasnya berkurang.
“Di udara, kita melakukan OMC untuk mereduksi hujan agar penanganan di darat tidak terganggu,” jelas Suharyanto.
Sementara itu, di lapangan, pompanisasi dilakukan besar-besaran di kolam retensi Terboyo dan daerah sekitarnya. Pemerintah daerah telah memperlebar saluran pembuangan air menuju laut Jawa dari 20 ribu menjadi 30 ribu meter kubik. Langkah ini dinilai efektif mempercepat penyusutan genangan.
“Hambatan aliran air sudah dibuka, kapasitas buangan meningkat, dan hasilnya sudah signifikan,” ungkap Kepala BNPB.
Suharyanto juga memberikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat, termasuk Pangdam IV Diponegoro dan Satgas pompanisasi yang bekerja di lapangan. Ia menekankan pentingnya sinergi lintas sektor sebagai kekuatan utama dalam menghadapi bencana.
“Semua unsur, dari pusat hingga daerah, bekerja bersama. Ini contoh nyata penanganan bencana yang komprehensif,” tegasnya.
BNPB mengimbau masyarakat tetap waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi. “Mitigasi dan kesiapan masyarakat menjadi kunci agar kejadian seperti ini tidak terulang dengan dampak besar,” tutup Suharyanto.