JAKARTA - Kinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan tren positif di tengah ketidakpastian global. Pada triwulan II 2025, ekonomi nasional tercatat tumbuh sebesar 5,12% (yoy), mencerminkan efektivitas sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil dalam mendorong aktivitas ekonomi.
Inflasi juga berada dalam sasaran pemerintah, yaitu 2,5% ±1%, dengan inflasi Oktober 2025 tercatat 2,86% (yoy). Lonjakan ini dipicu oleh kenaikan harga komoditas emas perhiasan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan optimism dengan pertumbuhan ekonomi meski ketidakpastian global masih ada.
“Dari sisi manufaktur kita ekspansi 51,2. Kita lebih optimis melihat perkembangan global dengan adanya kesepakatan beberapa negara dengan Amerika Serikat terkait tarif. Ketidakpastian relatif menurun meski pertumbuhan tahun depan belum normal. Namun Indonesia melihat ekonomi ke depan lebih optimis dibandingkan tahun ini,” ujar Menko Perekonomian Airlangga dalam acara CEO Insight - Kompas100 CEO Forum di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2025 lebih tinggi, didukung program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan memacu sektor riil. Beberapa kebijakan tersebut antara lain: insentif PPh Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi sektor pariwisata, hotel, dan kafe, serta program diskon transportasi menjelang Natal dan Tahun Baru.
Airlangga menegaskan, pemerintah terus memperkuat fondasi ekonomi melalui lima pilar utama: investasi dan hilirisasi, ekonomi hijau, ekonomi digital, penguatan UMKM, serta peningkatan kualitas SDM.
Realisasi investasi hingga September 2025 mencapai Rp1.434,3 triliun, atau 75,3% dari target, menyerap 1,96 juta tenaga kerja. Investasi hilirisasi tumbuh 58,1% (yoy) menjadi Rp431,4 triliun. Sementara di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), investasi tercatat Rp294,4 triliun dengan 187 ribu tenaga kerja. Pemerintah juga menargetkan penguasaan 9% pasar global untuk kendaraan listrik dan semikonduktor pada 2030.
Selain itu, pemerintah mendorong kemandirian pangan, energi, air, serta pengembangan ekonomi kreatif, hijau, dan biru. Indonesia menargetkan net zero emission sebelum 2060, melalui pengembangan EBT, elektrifikasi, efisiensi energi, dan Carbon Capture Storage (CCS). Proyek strategis seperti Green Super Grid 70 ribu km dan pembangunan 33 PLTSa berkapasitas 20 MW juga digulirkan untuk mendukung pariwisata dan kebersihan kota.
Dalam mendorong ekonomi digital, Indonesia mencatat kemajuan melalui kesepakatan ASEAN DEFA, yang diperkirakan meningkatkan nilai ekonomi digital ASEAN dari Rp1 triliun menjadi Rp2 triliun pada 2030. Bagi Indonesia, nilai ekonomi digital diproyeksikan naik dari Rp400 triliun menjadi Rp600 triliun.
“SDM di bidang digital sebanyak 500 ribu per tahun harus terus dipacu karena ekonomi digital terkait infrastruktur, data center, startup, AI, dan supply chain semikonduktor. Ini menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi ke depan,” kata Airlangga.
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga terus diperkuat dengan realisasi Rp217 triliun, menjangkau lebih dari 30,5 juta debitur. Penambahan pencairan KUR Rp40 triliun diprediksi akan menyerap jutaan tenaga kerja.
Untuk kualitas SDM, pemerintah menargetkan peningkatan tenaga kerja hijau 3% pada 2029 melalui reskilling dan upskilling berbasis industri, serta melanjutkan Program Magang Nasional untuk 100 ribu peserta, khususnya di sektor digital, manufaktur, dan keuangan.
“Sinergi pemerintah dan dunia usaha sangat penting. Lulusan perguruan tinggi 1,3–1,4 juta per tahun harus siap kerja atau menjadi entrepreneur. Ini tanggung jawab kita semua, bukan hanya pemerintah,” pungkas Menko Airlangga.