Jakarta - Perum Bulog mencanangkan program untuk memproduksi beras sendiri. Dengan rencana itu, Bulog tak perlu lagi membeli beras dari pihak ketiga untuk mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP) yang selama ini dilakukan.
"Bulog nanti akan memproduksi beras sendiri. di mana selama ini Bulog ini membeli mayoritas adalah beras dari pihak ketiga. Di mana akhirnya bentuknya, kualitasnya bermacam-macam. Kalau modern rice milling plant sudah terbangun, maka Bulog akan memproduksi beras sendiri," kata Direktur Utama Bulog Budi Waseso dalam konferensi pers virtual, Rabu (3/2/2021).
Program itu seiringan dengan langkah Bulog membangun 13 modern rice milling plat, mesin penggiling beras berteknologi tinggi. Dengan mesin tersebut, Bulog bisa mengolah gabah yang diserap dari sentra-sentra produksi padi menjadi beras kualitas premium, namun dengan harga beras medium, alias murah.
"Pasti harganya lebih murah karena kita membeli bahan bakunya sama, yaitu gabah di seluruh wilayah produksi gabah. Begitu kita buat, karena mesin yang kita bangun ini bukan mesin yang bisa mengeluarkan beras medium, teknologinya memang mesin ini bagus, sehingga nanti begitu kita produksi kita hanya mengeluarkan beras premium. Sehingga Bulog nanti tidak lagi menjual beras medium. Beras premium tapi harga medium, karena cost membuat beras premium dan medium itu sama," kata Budi Waseso.
Budi Waseso mengatakan, pihaknya membangun modern rice milling plant tersebut dengan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 2 triliun yang dikucurkan pemerintah pada tahun 2016.
"Oleh sebab itu kita dengan dapat bantuan tahun 2016 dana PMN itu ada RP 2 triliun. Harusnya itu sudah terserap/habis tahun 2018. Tapi ketika dievaluasi ini nggak manfaat bangun hal-hal seperti itu. Makanya kita ubah harus betul-betul pembangunan yg dibutuhkan. pengeluaran itu harus melalui proses rice to rice di gudang-gudang itu," imbuh dia.
Budi Waseso mengatakan, targetnya di sentra-sentra produksi padi pihaknya bisa menyerap 10% dari hasil panen wilayah tersebut. Nantinya, Bulog menyerap gabah dari petani dengan harga yang lebih baik, sehingga petani tak perlu lagi menjual murah ke tengkulak.
"Kita hitung paling nggak bisa serap 10% dari produksi di wilayah itu sehingga kita bangun sebesar itu sehingga dengan harapan petani nggak lagi terbelenggu dengan tengkulak. Kan kita punya harga dasar yang bisa beli gabah dengan harga Rp 5.300/Kg. Selama ini petani nggak dapat harga segitu, dan dapat harga gabah itu Rp 3.600-3.700/Kg riil yang diterima petani. Selebihnya adalah tengkulak dan pihak ketiga," tandasnya.