JAKARTA - Meski bukan daerah penghasil (hulu) Migas, Kota Dumai dikenal sebagai kota jasa pengolah (hilir) migas. Minyak mentah yang bersumber dari daerah di sekitar Kota Dumai, stasiun pengolahannya sudah puluhan tahun berada di Kota Dumai.
Sebagai daerah pengolah migas, tentunya kota Dumai sangat rentan dengan risiko ekonomi, risiko sosial termasuk juga risiko lingkungan. Tumpahan minyak, degradasi lingkungan, persoalan kesehatan, belum lagi polusi udara, menjadi resiko yang harus dihadapi masyarakat Kota Dumai.
Naifnya, tahukah Anda? meski sebagai daerah pengolah migas, Kota Dumai belum pernah menerima manfaat dana bagi hasil migas dari pemerintah pusat.
Itulah sebabnya, Walikota Dumai H. Paisal SKM,MAR sengaja mendatangi gedung DPR RI Senin (20/09) kemarin. Paisal datang dalam rangka membawa aspirasi masyarakat Kota Dumai, yakni meminta dukungan DPR RI dan persetujuan pemerintah pusat, agar memasukan kota Dumai sebagai daerah penerima bagi hasil migas.
Fakta bahwa kota Dumai belum pernah menikmati dana bagi hasil migas terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Walikota Dumai dengan Komisi VII di Gedung Nusantara I DPR RI. Dalam RDP tersebut, Paisal menyampaikan permohonan perubahan kriteria daerah penghasil dan dasar penghitungan dana bagi hasil sumber daya alam Minyak dan Gas (DBH Migas).
Paisal memohon kepada pemerintah pusat agar kiranya dapat merevisi Keputusan Menteri ESDM Nomor 214 K/83/MEM/2020 tentang Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Penghitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi Untuk Tahun 2021.
Menurut Paisal, daerah penghasil untuk wilayah kerja di daratan (Onshore) merupakan kabupaten/kota yang didalam wilayah administratifnya ditetapkan terdapat lokasi kepala sumur produksi (Wellhead) yang menghasilkan minyak bumi dan atau gas bumi yang terjual (Lifting) dan menghasilkan penerimaan negara.
“Kami mohon untuk direvisi, karena tidak diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2021 dan peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2004. Akibat dari definisi ini kota Dumai menjadi tidak dikreteriakan sebagai bagian kegiatan usaha hulu,” kata Paisal.
Tak hanya itu, Paisal juga memohon kepada Komisi VII DPR RI agar kiranya dapat mendukung dan menyampaikan aspirasi masyarakat kota Dumai ini ke Kementerian ESDM.
“Besar Harapan kami, agar Komisi VII DPR RI dapat mendukung aspirasi masyarakat Kota Dumai, yakni menyampaikan hak masyarakat Dumai terkait Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi (DBH Migas) kepada Kementerian ESDM. Mohon doanya agar supaya segera terwujud,” tandasnya.
Menanggapi permohonan Walikota Dumai tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo menyampaikan dukungannya terhadap usulan dan masukan Walikota Dumai terkait pengelolaan DBH Migas tersebut.
“Setelah mendengar masukan dan realitas di lapangan secara menyeluruh. Maka tidak ada keraguan tiada kata lain kami di DPR RI yang mewakili bapak semuanya. Walaupun dapil saya Jawa Timur 7, tapi ini kan keputusan dan kebijakan secara nasional yang mengikat,” ujar Sartono.
Sartono bilang, Komisi VII DPR Fraksi Demokrat memberikan dukungan, nafas harapan yang sama, karena suatu kebijakan harus betul-betul berlandaskan kepada Undang-undang “Bagaimana pun ada pemerataan dan keadilan. Kami Komisi VII fraksi Demokrat akan memberikan dukungan penuh,” pungkas Sartono Hutomo.
Dukungan penuh datang dari Sugeng Parwoto Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem. Dia bilang Komisi VII DPR RI telah menerima dan mendukung aspirasi yang disampaikan Wali Kota Dumai, Provinsi Riau terkait permohonan revisi diktum ketiga Keputusan Menteri Energi dan SUmber Dsaya Mineral (ESDM) Nomor 214.K/82/MEM/2020 tentang Penetapan Daerah Penghasil dan Dasar Perhitungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Dan Gas Bumi Untuk Tahun 2021.
“Kami, Komisi VII DPR RI menerima dan mendukung aspirasi yang telah disampaikan Wali Kota Dumai. Dan untuk selanjutnya akan ditindaklanjuti dalam rapat kerja atau rapat dengar pendapat dengan Mitra terkait dalam hal ini kementerian ESDM,” ujar Sugeng RDP tersebut.
Tidak hanya itu, Sugeng juga mengungkapkan bahwa ke depan tidak tertutup kemungkinam Komisi VII DPR RI akan mengunjungi Dumai untuk melihat secara langsung kondisi di lapangan. Termasuk kondisi dan produksi Blok Rokan setelah Pertamina berhasil mengambil alih pengelolaan blok tersebut.
Kota Dumai selama ini memang menjadi daerah yang tidak dikriteriakan sebagai bagian kegiatan usaha hulu. Padahal sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi pada pasal 44 ayat 1 dijelaskan bahwa kegiatan pengolahan lapangan pengangkutan penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri yang dilakukan oleh kontraktor yang bersangkutan merupakan kegiatan usaha Hulu.
Dari Penjelasan di atas berarti Kota Dumai termasuk dalam bagian kegiatan usaha hulu, sebagai bukti bahwa Kota Dumai sebagai daerah yang merupakan bagian dari kegiatan usaha hulu adalah adanya fasilitas penting dari kontraktor kerja sama di daerah bersangkutan seperti pipa pendistribusian minyak dan gas tank farm central station dan sebagainya. (**)