Wakil Ketua MPR Nyatakan Bahasa Arab Banyak Terdapat Dalam Pancasila

Redaksi | Senin, 13 Desember 2021 - 15:34 WIB


PKS
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid

Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengatakan bahwa sikap sebagian kalangan yang alergi terhadap bahasa Arab dan menyebut adanya Arabisasi di Indonesia tidak sejalan dengan sejarah dan pandangan para pendiri bangsa dalam menentukan dasar negara pancasila. 

Hal ini disampaikannya dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bersama dengan DPC PKS Tanah Abang di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (22/11) lalu.

HNW mengatakan hal ini perlu diketahui oleh para warga di Tanah Abang, karena ada banyak tokoh masyarakat, seperti Ustadz atau pun Habaib yang berkiprah di Tanah Abang sejak dulu hingga kini.

Bahkan, salah satu organisasi yang sejak awal mencitakan kemerdekaan Indonesia, yakni Jamiat Kheir berdiri di Tanah Abang. 

“Sejarah-sejarah itu perlu diketahui karena ada beberapa orang antipati dengan Arab dan Bahasa Arab, lalu ada tuduhan Islamisasi, sehingga dimunculkan meme yang negatif. Padahal, bahasa Arab sendiri diterima oleh para pendiri bangsa dari berbagai latar belakang,” ujar HNW. 

Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan bahkan di Pancasila bertaburan istilah-istilah berbahasa Arab.

“Dari lima sila dalam Pancasila, hanya Sila Pertama dan Sila Ketiga yang tidak mengandung bahasa Arab. Sila kedua, Sila Keempat dan Sila Kelima itu mengandung bahasa Arab,” ujarnya. 

HNW mencontohkan Sila Kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” Di dalam sila tersebut setidaknya ada dua kata dari Bahasa Arab, yakni ‘adil dan adab’.

Lalu Sila Keeempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dalam Permusyawaratan/Perwakilan.”

Di dalam sila tersebut ada empat Bahasa Arab yang digunakan, yakni ‘rakyat, hikmat, musyawarah, dan wakil’.

Kemudian, di Sila Kelima, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” juga memiliki dua kata dari Bahasa Arab, yakni ‘adil dan rakyat’. 

“Meski bertaburan bahasa Arab di Pancasila, para pendiri bangsa dari beragam kalangan tetap menyepakati sila-sila dalam Pancasila tersebut,” tuturnya. 

Para pendiri bangsa yang menyepakati bukan hanya mereka yang berasal dari Ormas atau Orpol Islam, tetapi juga dari kalangan nasionalis kebangsaan dan bahkan mereka yang non Muslim.

“Ir Soekarno, Hatta, Achmad Subardjo dari nasionalis kebangsaan, serta AA Maramis, Johannes Latuharhary, dan I Gusti Ketut Pudja yang berlatar belakang bukan dari agama Islam. Semuanya sepakat menerima itu, dan tidak ada tuduhan Arabisasi dan sebagainya,” ujarnya. 

HNW berharap ke depan agar tuduhan mengenai Arabisasi atau antipati terhadap Bahasa Arab sebaiknya dihentikan karena sangat tidak produktif.

Dirinya mengatakan bahwa saatnya bangsa Indonesia saat ini saling bantu membantu dan gotong royong dengan berbagai latar belakang dan ilmu pengetahuan, termasuk dalam hal ini, berkaitan dengan bahasa Arab.