Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid menilai pengesahan RUU IKN menjadi UU sangat terburu-buru.
Dalam catatannya, pembahasan RUU IKN menjadi UU hanya berlangsung selama 43 hari dan mengorbankan masa reses.
Hal tersebut menurut Hidayat sangat tidak bisa. Bahkan di hari terakhir, DPR harus maraton sampai 16 jam agar RUU IKN bisa disahkan saat rapat paripurna pada 18 Januari 2022.
Hidayat mengingatkan DPR punya pengalaman membuat UU secara singkat yang ujungnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
UU yang dimaksud adalah UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Hidayat mengkhawatirkan, pembahasan UU IKN yang tergolong singkat juga bernasib sama seperti UU Cipta kerja, yakni digugat ke MK dan ujungnya diputus inkonstitusional.
"Padahal sudah diingatkan jangan terlalu terburu-buru, karena (IKN) ini masalah serius dan ada pengalaman yang tidak baik terkait dengan UU Cipta Kerja," ujar Hidayat di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (19/1/2021).
Lebih lanjut Hidayat juga menyinggung mengenai janji Presiden Jokowi yang akan meminta izin rakyat Indonesia untuk pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur.
Janji tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam forum kenegaraan di sidang MPR 2019 silam.
Menurut HNW, pemerintah tidak sungguh-sungguh menunaikan janji untuk meminta izin rakyat terkait pemindahan Ibu Kota.
Sebab di Kaltim saja, lokasi dibangunnya IKN baru, masyarakatnya membuat koalisi untuk menolak pengesahan UU IKN.
Koalisi masyarakat tersebut beranggotakan Walhi, LBH, Jaringan Advokasi Tambang.
Kemudian ada juga koalisi kaum muda Kaltim anti oligarki yang menolak UU IKN.
Selain itu, saat dirinya menemui konstituen di daerah pemilihan Jakarta II, banyak tokoh masyarakat yang menyampaikan keberatan atau tidak setuju perpindahan Ibu Kota ke Kaltim.
"Pertanyaannya sekarang apakah izin itu sudah diberikan, atau rakyat sudah ditanya apakah mereka sudah menjawab permohonan izin Jokowi tersebut," tandas HNW