PT BGE Minta Forum Resmi untuk Melakukan Konfrontasi Pada Pihak Terkait

Rulli Harahap | Senin, 21 November 2022 - 19:07 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Kuasa Hukum PT BGE, Khresna Guntarto saat konferensi press di Batik Kuring, Jakarta Selatan

Jakarta - PT Bumigas Energi ("PT BGE") mendesak agar pihaknya dipertemukan dalam forum yang resmi dengan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PT. HSBC Indonesia, PT. Geo Dipa Energi (Persero), Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) Kejaksaan Agung.

Forum tersebut untuk melakukan konfrontasi sehubungan dengan klaim adanya hasil pemeriksaan Jaksa Pengacara Negara (JPN) kepada Bank HSBC Hongkong mengenai tidak adanya dana tahap awal (1st drawdown) PT BGE tahun 2005 untuk proyek build operate transfer (BOT) dari PT. Geo Dipa Energi mengenai Pembangunan dan Pengelolaan Pembangkit Listrik Panas Bumi Dieng dan Patuha.

PT BGE menyerukan agar seluruh pihak tersebut memperlihatkan bukti atau hasil pemeriksaan tertulis dari Bank HSBC Hongkong yang menyebut PT BGE di tahun 2005 tidak pernah menaruh uang. Faktanya uang tersebut ada dan pernah dikirimkan oleh investor dari PT BGE, yaitu China New Technology (CNT) melalui Honest Group Holding Limited dari Bank of China kepada HSBC Hongkong tertanggal 29 April 2005 sejumlah HKD 40.000.000,- (empat puluh juta Dollar Hongkong). Atau setara USD 5.000.000,- (lima juta Dolar Amerika Serikat), sebagaimana telah diakui oleh PT GDE berdasarkan Surat Nomor: 058/PRESDIR-GDE/V/2005 tanggal 9 Mei 2005 dengan judul "First drawdown Dieng 2,3 & Patuha 1, 2, 3 Geothermal Power Project”.

Menurut Kuasa Hukum PT BGE, Khresna Guntarto, HSBC Hongkong sendiri sudah pernah memberikan jawaban tertulis kepada PT BGE yang menanyakan perihal kebenaran transaksi keuangan tersebut. Jawaban yang disampaikan HSBC Hongkong kepada Lawyer PT BGE di Hongkong, Stephenson Harwood di tahun 2018.

HSBC Hongkong menyebutkan bahwa pemeriksaan informasi perbankan di Hongkong hanya dapat dilakukan dalam periode waktu 7 (tujuh) tahun saja. Oleh sebab itu, seluruh dokumen tentang catatan dan transaksi keuangan melebihi periode waktu tersebut telah dihancurkan. Sehingga transfer tersebut dan rekening yang sudah tutup tidak tercatat lagi di HSBC Hongkong.

“Dengan demikian, kalaupun ada pemeriksaan pihak lain kepada HSBC Hongkong, PT BGE meyakini jawaban yang diperoleh tidak akan berbeda alias sama. Fakta adanya ketersediaan dana awal PT BGE di HSBC Hongkong tahun 2005 tidak bisa ditampik dan dipungkiri,” kata Khresna.  

Ia melanjutkan, bahwa pihak investor PT BGE, yakni CNT akhirnya mundur lantaran PT GDE selaku Pemberi Proyek tidak bisa memperlihatkan adanya Izin Usaha Panas Bumi ("IUP"),  yang mencakup Wilayah Kerja Panas Bumi ("WKP") sesuai amanat UU No.27/2003 tentang Panas Bumi.

“PT GDE yang tidak bisa memperlihatkan IUP dan WKP, tapi malah PT BGE yang diputuskan sepihak kerja samanya oleh PT GDE, melalui mekanisme arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) hingga 2 (dua) kali,” katanya.

Dalam proses BANI ke-1, PT BGE menang dalam tingkat Kasasi, Peninjauan Kembali (“PK”) hingga PK atas PK sehubungan dengan Pembatalan Putusan BANI. Dalam proses BANI ke-2, PT GDE meminta bantuan Ketua KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo hingga akhirnya memerintahkan Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan untuk menerbitkan Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) a.n Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan kepada PT. GEO DIPA ENERGI (PERSERO) Nomor B/ 6004/ LIT. 04/ 10 - 15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017.

Surat Deputi Pencegahan KPK tersebut memberikan informasi yang sesat, salah dan keliru dengan menjelaskan bahwa PT BGE tidak pernah membuka rekening di tahun 2005. KPK beralasan mendapatkan informasi dari PT. HSBC Indonesia. Padahal, PT HSBC Indonesia tidak pernah memberikan penjelasan kepada KPK dan hanya menerangkan bahwa PT BGE bukan nasabahnya dan PT HSBC Indonesia sendiri tidak memiliki hubungan dengan HSBC Hongkong.

Belakangan, Pahala Nainggolan mengaku bahwa pemeriksaan dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara dari Jamdatun Kejagung yang pergi ke Hongkong bersama dengan Manajemen PT GDE. Informasi tersebut yang dijadikan dasar oleh Agus Rahardjo dan meminta Pahala Nainggolan menerbitkan surat tersebut.

Menurut PT BGE, yang dilakukan oleh Pahala Nainggolan sangat tidak sesuai prosedur dan di luar kewenangannya. Bahkan, menyajikan keterangan yang berbeda dan bertentangan dengan fakta sesungguhnya. PT BGE berani menyandingkan surat jawaban dari HSBC Hongkong kepada PT BGE dengan jawaban HSBC Hongkong kepada Jaksa Pengacara Negara yang digunakan KPK. Ini persoalan yang mudah dan sederhana, seperti tikus ngumpet, buntutnya akan terlihat terus. Semakin terungkap siapa yang berbohong dan siapa yang jujur.

PT BGE juga meminta KPK untuk melakukan AUDIT FORENSIK terhadap pelaksanaan proyek Panas Bumi oleh PT GDE karena menggunakan keuangan negara atau utang yang akan membebani keuangan negara. Diduga kuat PT BGE sengaja disingkirkan, karena telah terjadi potensi kerugian keuangan negara menurut Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di tahun 2017.

Akibat penggunaan uang Penanaman Modal Negara (PMN) sebesar Rp. 607.307.000.000,00 (enam ratus tujuh miliar tiga ratus tujuh juta Rupiah) tahun 2015 saat PT GDE masih bersengketa dengan PT BGE dalam proses pembatalan putusan BANI ke-1. PT GDE sesumbar bakal menang. Namun faktanya PT BGE yang menang sehingga proyek harus dikembalikan dengan skema BOT sesuai Perjanjian KTR 001. Alhasil pencairan uang negara menjadi tidak tepat sasaran. Belum lagi, perihal pelaksanaan konstruksi dari PT GDE yang tidak sesuai menurut audit BPK tersebut, serta dugaan korupsi pembangunan Patuha Unit I di Jawa Barat, yang didanai Bank BRI dan Bank BNI.

“Untuk itulah, PT GDE menginisiasi perkara BANI ke-2 dengan meminta bantuan Oknum KPK untuk dibuatkan surat yang memberikan keterangan keliru perihal ketersedian 1st drawdown dari PT BGE di tahun 2005. Surat Oknum KPK tersebut menjadi pertimbangan Majelis BANI ke-2 untuk mengalahkan PT BGE,” tutupnya.