Pemilu Tertutup, Tanggung Jawab Parpol untuk Pendidikan Politik

Tim | Selasa, 03 Januari 2023 - 11:39 WIB

Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Bandot DM, Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (ForkID).

Jakarta - Wacana Pemilihan anggota legistatif (Pileg) bakal dilakukan secara tertutup mengemuka. Ketua KPU, Hasyim Asy'ari memberikan penjelasan kemungkinan Pileg dilakukan secara proporsional tertutup di Pemilu 2024. 
Hasyim mengatakan hal itu lantaran adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggunakan kembali proporsional tertutup.

"Ada permohonan judicial review atau gugatan terhadap norma sistem proposal terbuka menjadi sistem tertutup, saya rasa kan bisa mengikuti sidangnya di MK atau informasi di website MK," kata Hasyim di Kantor KPU, Menteng, Jakarta, Kamis (29/12).

Menurut Bandot DM dari Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (ForkID), Pileg tertutup proporsional merupakan metode yang akan menuntut tanggung jawab Parpol untuk lebih serius menggarap pendidikan politik dan pengkaderan.

Selama empat kali Pileg langsung (2004,2009,2014,2019) tidak terlihat pendidikan dan pengkaderan poltik yang nyata dilakukan oleh Parpol peserta pemilu.

Parpol-parpol peserta Pemilu justru berlaku seolah liga sepak bola. Mereduksi pengkaderan dan mengutamakan naturalisasi. Sehingga ramai-ramai partai 'membajak' figur-figur populer sebagai vote-getter. Sehingga kader-kader organik partai menjadi kurang diperhatikan.

Anak-anak kos yang datang membawa mahar dan basis massa (populer) menjadi lebih diperhatikan oleh partai.

"Akibatnya ada istilah subsidi biaya politik, kalau gak punya logistik ya, mesti punya massa. Tak soal kader atau bukan," ujar Bandot kepada FIVE.

Dengan metode ini, partai menjadi manja, kerja hanya jelang Pemilu saja. Anak kost yang terpilih menjadi anggota Dewan kerap kali tidak mengerti tugas dan tanggungjawabnya.

Bandot juga menegaskan, sistem tertutup ini akan menutup pintu bagi avontur politik dan investor-investor politik yang menjadikan pemilu sebagai proyek peruntungan dan anggota dewan sebagai pasive income. Mereka tidak akan berani berinvestasi di Pileg tertutup, karena mekanisme pemenangan mutlak di partai.

"Kemudian, sesuai konstitusi, peserta pemilu adalah Partai Politik. Ruh ini mesti dikembalikan. Jika ada yang khawatir akan ada dominasi parpol, sistem pemilu kita memang demikian adanya. Apakah dengan sistem terbuka tidak ada dominasi parpol?" tanyanya.

Alasan yang tak kalah penting adalah biaya politik dalam pemilu. Baik biaya penyelenggara maupun biaya yang ditanggung caleg.

Di tengah situasi perekonomian yang baru pulih dari pandemi dan ancaman resesi, tentunya negara mesti mengkalkulasi ulang biaya pemilu hingga ke angka yang rasional.

Dengan Pileg tertutup, setidaknya biaya pencetakan kartu suara bisa ditekan. Selain itu, antar caleg tidak lagi jor-jor-an keluar duit kampanye, yang ujung-ujungnya dikalkulasi sebagai investasi politik.