Jakarta - Silaturahmi Raja dan Sultan Nusantara bersama DPD RI menyepakati tiga tuntutan untuk disampaikan kepada seluruh komponen bangsa dan negara, demi Indonesia yang lebih berdaulat, adil, makmur dan beradab serta untuk memastikan terwujudnya pelaksanaan Alinea ke-IV Naskah Pembukaan UUD 1945.
tuntutan yang dibacakan oleh PYM Ir H Andi Irfan Mappaewang, ST, M AP Arajang Binuang XVIII atas nama 55 Raja dan Sultan itu adalah pertama, menuntut lahirnya Konsensus Nasional agar Indonesia kembali menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, dengan mengembalikan kedudukan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, sekaligus sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
Tuntutan kedua adalah menempatkan Utusan Daerah di dalam MPR dengan basis sejarah kewilayahan dan pemegang
hak asal-usul sebagai penduduk Nusantara, yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia, oleh dua entitas sejarah, yakni; Kelompok Zelfbesturende Land Schappen, atau disebut sebagai daerah-daerah berpemerintahan sendiri, yaitu Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Dan Kelompok Volks Gemeen Schappen, atau disebut penduduk asli Nusantara, yaitu Masyarakat Adat yang menghuni Hutan atau Wilayah berbasis Suku, Marga atau Nagari.
Tuntutan ketiga, meminta Pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU tentang Perlindungan Pelestarian Budaya Adat Kerajaan Nusantara menjadi Undang-Undang. Hal itu merupakan bagian dari upaya nyata bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, yaitu bangsa yang tidak melupakan sejarah kelahirannya dengan kewajiban menjaga kelestarian adat dan budaya bangsa.
Silaturahmi menghadirkan pembicara utama Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dilanjutkan diskusi dengan beberapa narasumber, yaitu PYM SPDB Brigjen Pol (Purn) Edward Syah Pernong (Kesultanan Skala Brak, Lampung), PYM Addatuang Sidenreng XXV, Dr. Ir. H.A. Faisal Andi Sapada, SE, MM dan Dr. Mulyadi, S.Sos, M.Si (akademisi UI).
Dalam pidato pembukaannya, Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono menyampaikan, Kerajaan dan Sultan Nusantara punya andil besar dalam rangka lahirnya Indonesia sebagai negara bangsa. Nono mengakui bahwa Republik ini lahir dari peradaban Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.
Dikatakannya, keinginan Raja dan Sultan Nusantara, agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 dan menempatkan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara menurut Nono juga sama dengan gagasan dan pemikiran yang diterima dari berbagai daerah dan elemen masyarakat yang masuk sebagai aspirasi di DPD RI. "Baik itu dari kalangan Purnawirawan TNI/Polri, Akademisi dan Pemerhati Konstitusi, Tokoh Masyarakat dan Keagamaan serta sejumlah Organisasi Masyarakat lainnya," tutur Nono.
Dalam paparannya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan bahwa sebelum Indonesia merdeka, Kepulauan Nusantara ini telah dihuni oleh Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Mereka ini masuk dalam kelompok Zelfbesturende Land Schappen, atau daerah-daerah berpemerintahan sendiri.
Sedangkan kelompok lainnya yang berada di Nusantara saat itu adalah Kelompok Masyarakat Adat yang menghuni hutan atau wilayah berbasis suku, marga atau nagari. Mereka ini masuk dalam kelompok Volks Gemeen Schappen, atau suku-suku atau penduduk asli Nusantara.
"Sehingga sudah seharusnya para Raja dan Sultan serta Masyarakat Adat duduk di MPR di dalam kursi Utusan Daerah. Sebagai bagian tak terpisahkan dari Sejarah Kewilayahan Nusantara yang menjadi faktor kunci lahirnya Republik Indonesia," ujar LaNyalla di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 23/6/2023.
PYM SPDB Brigjen Pol (Purn) Edward Syah Pernong mengatakan kembali ke UUD 45 Naskah Asli merupakan langkah yang tepat. Menurut dia, para Raja dan Sultan Nusantara sebagai pemilik saham Republik Indonesia memimpikan perbaikan kehidupan ekonomi sesuai dengan cita-cita dalam Pasal 33 UUD 1945.
"Para Raja dan Sultan Kerajaan Nusantara memilih sistem ekonomi untuk memperkaya negara dan rakyatnya, menolak sistem ekonomi untuk memperkaya oligarki," tegasnya.
Dilanjutkan olehnya, Raja dan Sultan Kerajaan Nusantara juga berkepentingan untuk mengarahkan demokrasi ke arah yang benar yakni Demokrasi Pancasila. Karena sistem itu tepat untuk NKRI yang didukung dengan Ekonomi Pancasila.
Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila, menurutnya adalah solusi untuk mengatasi berbagai persoalan kebangsaan, ekonomi, dan sosial budaya yang dirasakan bersama saat ini.
"Kita harus berani bangkit melakukan koreksi dan perbaikan sebagai usaha bersama untuk kemakmuran rakyat, yang sudah kita tinggalkan itu. Mutlak dan wajib untuk kita kembalikan. Kita perlu untuk menghidupkan kembali masyarakat Pancasila, menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan hidup," ucapnya