Jakarta - Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang sangat beragam, termasuk dalam hal keagamaan. Di Indonesia, terdapat beberapa agama besar dunia yang berkembang pesat, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Selain itu, beragam pula kepercayaan tradisional yang dipegang oleh sebagian besar masyarakat.
Keanekaragaman agama di Indonesia mengharuskan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat guna menjadikan keberagaman ini sebagai aset berharga bagi Indonesia. Tujuannya adalah untuk menghindari potensi konflik dan memastikan bahwa beragam keyakinan ini memberikan manfaat positif bagi bangsa, bukan sebaliknya.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keragaman agama dan kepercayaan juga dapat menimbulkan gesekan sosial, terutama jika diolah menjadi konflik berbasis agama. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah pencegahan yang efektif, efisien, menyeluruh, dan berkelanjutan untuk menghindari konflik sosial yang berakar pada perbedaan keagamaan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan Kementerian Agama RI melalui Direktorat Penerangan Agama Islam (Penais), Ditjen Bimas Islam, merancang program manajemen sistem peringatan dini untuk konflik sosial berdimensi keagamaan.
Rancangan program ini merupakan bentuk proyek perubahan bagi penulis untuk melakukan tindak lanjut selama mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat II, yang berorientasi pada peningkatan mutu layanan keagamaan yang berdampak langsung di kehidupan masyarakat.
Secara umum rancangan program tersebut akan menjadi instrumen yang pertama untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 332 Tahun 2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan. KMA ini menjadi landasan hukum untuk mengidentifikasi potensi konflik sosial berdimensi keagamaan sekaligus memitigasi atas pencegahan perluasan konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia. Sedangkan secara khusus, rancangan program ini akan menjadi instrumen untuk meningkatkan kapasitas dan memperkuat peran aktor-aktor Penerangan Agama Islam dalam rangka merawat kerukunan dan harmoni sosial.
Program implementasi sistem peringatan dini untuk konflik sosial berdimensi keagamaan memiliki manfaat yang signifikan bagi berbagai pihak. Bagi pemerintah, program ini akan meningkatkan efektivitas kebijakan dalam menangani konflik sosial. Data dan informasi dari sistem peringatan dini akan memfasilitasi pengambilan keputusan yang responsif dan menguatkan peran pemerintah dalam mencegah serta mengatasi konflik keagamaan. Selain itu, program ini akan memperkuat koordinasi antar-stakeholder pemerintah, meningkatkan sinergi tindakan, dan meredam potensi konflik.
Tokoh dan lembaga keagamaan juga akan mendapatkan manfaat melalui program ini. Mereka akan memiliki platform untuk berperan aktif dalam merawat kerukunan sosial dengan mendeteksi, mencegah, dan meredam konflik. Ini akan memperkuat posisi mereka sebagai pembawa pesan perdamaian, sambil mengembangkan kapasitas resolusi konflik melalui mediasi, dialog antarumat beragama, dan penyebaran pesan toleransi.
Bagi masyarakat, program ini akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kerukunan sosial dan bahaya konflik berdimensi keagamaan. Akses yang lebih baik terhadap informasi potensi risiko konflik dan cara pencegahannya akan membantu masyarakat mengambil tindakan yang sesuai, sementara partisipasi dalam kegiatan pendorong kerukunan seperti dialog antaragama akan semakin mendorong suasana damai.
Landasan Hukum
Sebagai program implementasi dari Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 332/2023 tentang Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, manajemen sistem ini juga didasari oleh landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Peraturan Pemerintah No. 2/2015 tentang Pelaksanaan Penanganan Konflik Sosial.
Payung hukum ini memberikan pedoman dan kerangka kerja untuk program yang bertujuan mencegah dan menangani konflik sosial berdasarkan perbedaan keagamaan. Dengan merujuk pada landasan hukum ini, program dapat dilaksanakan secara efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip penanganan konflik yang ditetapkan oleh negara.
Aktor-Aktor Layanan Keagamaan
Direktorat Penais memiliki aktor-aktor layanan keagamaan yang sangat potensial sebagai subjek pelaksanaan rancangan program sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan. Sejumlah aktor layanan keagamaan yang tersebar di seluruh Indonesia ini memiliki peran sentral dalam upaya menjaga harmoni dan mencegah konflik.
Terdapat ormas Islam yang berjumlah 12.386 entitas memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan dalam meredam potensi gesekan dan menjaga kerukunan antaragama. Majelis Taklim dengan jumlah 93.854 komunitasnya dapat menjadi agen penting dalam menyebarkan pesan-pesan toleransi dan perdamaian melalui forum-forum pengajian.
Kemudian, ada para penyuluh agama Islam juga signifikan, baik yang berstatus PNS (5.262 orang) maupun non-PNS (45.000 orang). Mereka dapat memberikan arahan dan edukasi keagamaan kepada masyarakat, memastikan pemahaman yang benar dan menghindari salah interpretasi yang dapat memicu konflik. Selanjutnya, penceramah atau dai (10.500 orang) memiliki peran dalam menyampaikan pesan-pesan kesejukan dan toleransi melalui berbagai platform komunikasi.
Di sisi seni dan budaya, 142 lembaga seni dan budaya Islam juga dapat berkontribusi dengan menyebarkan nilai-nilai harmoni dan keberagaman melalui karya-karya mereka. Sementara itu, 548 Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) dapat membina pemahaman yang inklusif dalam bacaan dan penafsiran Al-Qur'an. Dengan melibatkan beragam aktor ini, program akan lebih komprehensif dan berpotensi mengurangi risiko konflik sosial berdimensi keagamaan secara efektif.
Analisis Rancangan Program
Rancangan program ini dianalisis menggunakan pendekatan SOAR (Strengths, Opportunities, Aspirations, Results). Pendekatan ini merupakan suatu kerangka kerja strategis yang memberikan pendekatan alternatif terhadap analisis masalah berbasis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Dalam konteks penggunaannya oleh Direktorat Penerangan Agama Islam untuk merumuskan sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan, konsep SOAR mengarahkan fokus pada potensi positif, kekuatan, peluang, aspirasi, dan hasil yang diinginkan.
Pertama, strengths (kekuatan). Direktorat Penerangan Agama Islam memiliki beberapa kekuatan yang dapat digunakan sebagai dasar strategi dalam merancang sistem peringatan dini konflik sosial keagamaan. Ketersediaan anggaran dan program strategis memberikan fondasi finansial untuk meningkatkan layanan keagamaan. Selain itu, adanya beragam aktor layanan keagamaan seperti Majelis Taklim, Penyuluh Agama Islam, LPTQ, MDK, Ormas Islam, dan Lembaga Seni Budaya Islam memberikan jaringan yang kuat untuk memantau dan mencegah konflik. Teknologi yang dikelola oleh Dit. Penais, termasuk website, aplikasi, dan media sosial, membuka peluang untuk berkomunikasi secara efektif.
Kedua, opportunities (peluang). Regulasi yang mendukung, seperti UU No. 7/2012, PP No. 2/2015, dan KMA 332 Tahun 2023, memberikan kerangka hukum untuk sistem peringatan dini konflik sosial keagamaan. Kolaborasi dengan lembaga terkait seperti BNPT, BPIP, dan aparat keamanan memungkinkan sinergi dalam mengatasi konflik. Pemanfaatan teknologi seperti website, aplikasi, dan media sosial dapat meningkatkan komunikasi dan memantau situasi. Selain itu, pengembangan kapasitas aktor layanan keagamaan dapat mengurangi potensi konflik dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam mendeteksi masalah keagamaan.
Ketiga, aspirations (aspirasi). Aktor-aktor di Direktorat Penerangan Agama Islam memiliki aspirasi yang kuat dalam merancang sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan. Mereka berambisi untuk meningkatkan keterampilan dalam mendeteksi dini masalah sosial keagamaan dan mencegah eskalasi menjadi konflik yang lebih serius. Harapan mereka adalah terbentuknya kebijakan yang tanggap dan efektif dalam menangani benih-benih konflik sosial berdimensi keagamaan. Selain itu, mereka bercita-cita agar moderasi beragama dapat diimplementasikan melalui peningkatan indeks kerukunan umat beragama berbasis layanan keagamaan di Direktorat Penerangan Agama Islam.
Keempat, results (hasil). Penerapan konsep SOAR dalam merancang sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan diharapkan akan menghasilkan sejumlah hasil yang signifikan. Terbentuknya modul dan buku panduan akan memberikan pedoman yang berharga dalam mengelola sistem peringatan dini. Kolaborasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan akan meningkatkan efektivitas sistem dalam mendeteksi dan merespons konflik. Dengan pendekatan ini, diharapkan angka konflik sosial berdimensi keagamaan dapat ditekan, sementara indeks kerukunan umat beragama meningkat. Selanjutnya, terbitnya Peraturan Dirjen Bimas sebagai hasil konkret akan memberikan landasan resmi untuk implementasi program sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan.
Proyeksi Program
Pada tingkat jangka pendek (September-Oktober 2023), proyek ini akan mencakup penerbitan modul manajemen sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan, modul fasilitor pelatihan resolusi konflik sosial berdimensi keagamaan, dan kompilasi buku moderasi beragama serta wawasan kebangsaan. Bahan materi tersebut akan didesiminasikan bersama para ahli dan stakeholders terkait untuk menguji substansinya.
Pada jangka menengah (November-Desember 2023), proyek ini akan berfokus untuk mendorong terbitnya Peraturan Dirjen Bimas Islam tentang implementasi sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan, serta integrasi implementasi KMA No 332/2023 ke dalam rencana kerja Direktorat PENAIS tahun 2024. Kolaborasi dengan berbagai instansi seperti BNPT, BPIP, Lemhannas, Polri, TNI, dan Kemendagri juga akan diperkuat, sementara peran aktor, tokoh, dan lembaga keagamaan akan terus didorong.
Dengan kesadaran akan kompleksitas keragaman agama di Indonesia, upaya Direktorat Penerangan Agama Islam untuk merancang manajemen sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa keberagaman ini tetap menjadi sumber kekuatan, bukan potensi konflik. Melalui kolaborasi aktif antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat, program ini mencerminkan tekad untuk merawat dan memperkokoh kerukunan yang telah lama menjadi ciri khas negara ini.
Sebagai harapan, program ini tidak hanya akan berdampak pada pengelolaan konflik, tetapi juga akan memberikan pijakan bagi pengembangan masyarakat yang lebih sadar akan nilai-nilai toleransi, dialog, dan perdamaian. Dengan menggali potensi positif melalui berbagai pendekatan yang relevan, program ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam mewujudkan Indonesia yang lebih harmonis, di mana perbedaan keagamaan menjadi jembatan yang menghubungkan dan memperkaya, bukan tembok pemisah.