Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meninjau ulang semua regulasi terkait pelaksanaan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang malah berpotensi mengancam kampus bila dilakukan.
“Salah satunya adalah Permenristekdikti nomor 51 tahun 2018 yang bisa berdampak pada pencabutan izin kampus bila melanggar ketentuan PJJ,” kata Abdul Fikir di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Dalam kondisi pandemi Covid-19, hampir seluruh kampus di tanah air melakukan pembelajaran jarak jauh, melalui berbagai platform daring. Ternyata aktifitas ini malah dianggap melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri Riset & Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) nomor 51 tahun 2018 tentang pendirian, perubahan, pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan pendirian, perubahan, dan pencabutan izin perguruan tinggi swasta.
Dalam pasal 53 ayat (1) b di Permenristekdikti 51/2018, setiap kampus yang menyelenggarakan PJJ harus berakreditasi A. “Padahal selama pandemi, semua jenis kampus mau tidak mau PJJ,” kata Politisi PKS ini.
Sanksi yang diberikan juga tidak main-main. Bila ketentuan tersebut tidak diindahkan, maka sanksi penutupan sudah mengancam.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), Budi Djatmiko. Dia meminta Pasal 53 Permenristekdikti 51/2018 agar dicabut. Sebab, pasal itu dinilai hanya mengatur perguruan tinggi berakreditasi A yang dapat melaksanakan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
"Jadi ada gagal paham di kementerian, PJJ dijadikan perizinan baru. Dengan kata lain, sekarang semua perguruan tinggi melanggar peraturan," kata Ketua Aptisi, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Panitia Kerja Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Komisi X DPR, Selasa, 14 Juli 2020.
Karena itu, Fikri meminta Kemendikbud untuk melakukan tinjauan ulang atas semua regulasi terkait yang bisa menghambat pelaksanaan PJJ. “Kami mendesak Kemendikbud RI untuk menyelaraskan regulasi tentang pelaksanaan PJJ antara Undang-Undang dengan aturan di bawahnya agar PJJ sebagai bagian dari sisdiknas dan metode pembelajaran di masa pandemi dan setelahnya tidak menjadi kendala,” pinta dia.
Lagipula, Fikri menambahkan, konsideran aturan Permenristek-dikti sudah tidak relevan dengan subjek yang mengatur.
“Sebelumnya Lembaga yang mengatur adalah Kementerian Ristek-Dikti, sekarang kan sudah bergabung di bawah Kemendikbud kembali dalam dirjen Pendidikan Tinggi, aturan yang seharusnya adalah Permendikbud,” urai dia.
Di kesempatan yang sama, Politisi asal daerah pemilihan Tegal-Brebes, Jawa Tengah ini juga menyampaikan pentingnya penggunaan platform daring buatan anak negeri dalam mendukung pelaksanaan PJJ. “Kemendikbud RI perlu mendukung dan menyosialisasikan tentang penggunaan aplikasi lokal dan mempersiapkan dengan baik agar PJJ tidak tergantung pada produk asing,” saran dia.