Dilaporkan ke MKD DPR, Azis Syamsuddin Diduga Ada Kepentingan di Kasus Djoko Tjandra

Yapto Prahasta Kesuma | Selasa, 21 Juli 2020 - 16:37 WIB


Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait larangan rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum soal kasus buronan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Ketua MAKI, Boyamin Saiman (dua kiri) saat menyerahkan bukti perjalanan Djoko Tjandra ke Komisi III DPR RI.(Marhadi)

Jakarta - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait larangan rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum soal kasus buronan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menduga, Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam memiliki kepentingan atas larangan rapat dengar pendapat (RDP) terkait kasus buronan Djoko Tjandra itu.

"Jadi dengan demikian saya menduga Pak Azis Syamsuddin punya kepentingan lain. Artinya demi kepentingan rakyat dan demi kepentingan lembaga DPR semestinya mengizinkan rapat, dengan tidak mengizinkan inilah menurut saya ada kepentingan lain," kata Boyamin, usai melaporkan Azis ke MKD DPR, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/7/2020).

Atas dasar itu, Boyamin melaporkan Azis Syamsuddin ke MKD DPR untuk mengusut dugaan pelanggaran etik tersebut. Mengingat, Ketua DPR Puan Maharani telah mengizinkan rencana rapat gabungan antara Komisi III DPR dengan tiga institusi penagak hukum itu.

"Menghalang-halangi Komisi III melakukan RDP, karena Ketua sudah mengizinkan dan memberikan disposisi kepada Pak Azis. DPR sendiri kan seharusnya tidak menghalang-halangi," terangnya.

Dalam kesempatan itu, Ia berharap, politikus Partai Golkar itu dapat mengubah sikapnya untuk segera mengizinkan rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum dalam rangka penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra.

"Kasus ini sangat urgent karena ini demi kebaikan bangsa dan negara karena kita sudah dipermalukan seperti ini, itu makanya pentingnya rapat ini," tegas Boyamin.

"Harapan saya kalau Pak Azis mendengar saya mengadu di sini, Pak Azis mengubah sifatnya dan mengizinkan untuk segera rapat," demikian Boyamin.

Sebelumnya, Azis Syamsuddin mengatakan, alasan hingga saat ini surat tersebut belum ditandatangi karena tata tertib DPR dan putusan Badan Musyawarah (Bamus) yang melarang RDP pengawasan oleh komisi pada masa reses.

"Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses, yang tertuang dalam Pasal 1 angka 13 yang menerangkan bahwa Masa Reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja,” kata Azis, melalui rilisnya, Sabtu (18/7).

Diketahui, Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengatakan, surat izin untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) pengawasan terhadap mitra kerja itu telah dikirim ke pimpinan DPR sejak Rabu (15/7).

Menurutnya, surat izin untuk menggelar RDP saat masa reses itu dilayangkan setelah Komisi III DPR menerima dokumen berupa surat jalan buronan Joko Tjandra dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Selasa (14/7).

"Tentunya kami menganggap kasus ini bersifat super urgent sehingga berdasarkan mekanisme Tatib DPR, kami harus meminta izin kepada pimpinan DPR," kata Herman, ketika dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Jumat (17/7).

Sayangnya, kata Herman, hingga saat ini surat tersebut masih tertahan di meja Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam. Sementara, Ketua DPR Puan Maharani telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP yang rencananya digelar Selasa (21/7).

“Sebagai informasi, Ketua DPR telah mengizinkan dan menyetujui rencana RDP tersebut pada masa reses hari Selasa depan. Maka dari itu, Ketua DPR mendisposisi izin tersebut kepada Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam,” kata Herman.

"Informasi terakhir dari sekretariat, surat tersebut masih tertahan di Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam disebabkan ada putusan bamus yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses. Sampai saat ini saya juga masih menunggu untuk melihat salinan putusan bamus tersebut," kata Herman.

Untuk diketahui, bedasarkan Pasal 310 Tatib DPR, segala surat keluar/surat undangan rapat harus ditanda tangani oleh salah seorang pimpinan DPR atau Sekjen DPR atas nama pimpinan DPR.

“Jadi pimpinan DPR membagi tanda tangan sesuai dengan bidang kerja masing-masing," terang Herman.

Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan, Komisi III DPR tetap berkomitmen untuk terus mengawasi aparat penegak hukum dalam penuntasan kasus buronan Djoko Tjandra. Ia memastikan, Komisi III tidak akan menunda-nunda pelaksanaan RDP tersebut.

"Sejak awal kami di Komisi III selalu berkomitmen mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas. Maka dari itu, sejak awal Komisi III selalu concern terhadap kasus Joko Tjandra ini. Jadi sebaiknya teman-teman bisa bertanya ke Wakil Pimpinan DPR bidang Korpolkam terkait kepastian RDP ini," demikian Herman.