Jakarta - Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana yang kini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, menjadi calon kuat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selanjutnya.
Saat ini Ketut harus bersaing dengan empat jaksa lain yang ikut mendaftar sebagai calon pimpinan KPK, Berkas Ketut Sumedana sudah masuk sebelum pendaftaran telah resmi ditutup pada Senin (15/7/2024) pukul 23.59 WIB.
Selain empat jaksa rekannya, Ketut Sumedana juga harus bersaing dengan 520 pendaftar lainnya. Sebanyak 525 orang dari berbagai latar belakang telah mendaftar melalui laman https://apel.setneg.go.id.
Untuk bursa Capim KPK periode 2024-2029 ini, ada lima jaksa ikut meramaikan.
"Dari Kejaksaan ada lima orang," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat dikonfirmasi soal Capim KPK pada Selasa (16/7/2024).
Di antara lima jaksa yang mendaftar, Harli menjadi salah satunya. Lalu ada pula mantan Direktur Penuntutan KPK, Fitroh Rohcayanto; Plt Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Sugeng Purnomo dan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus), Andi Herman.
Menurut Harli kelima jaksa tersebut melenggang ke bursa Capim KPK dengan memegang restu Jaksa Agung, Burhanuddin.
"Ada persetujuannya dari Jaksa Agung," kata Harli.
Sebelum dilantik sebagai Kajati Bali, Sumedana memiliki rekam jejak di dunia kejaksaan dan menangani beberapa kasus besar.
Ketut Sumedana merupakan pria kelahiran Buleleng pada 25 Agustus 1974. Ia menjadi alumnus Universitas Mataram tahun 1997 di Fakultas Hukum, Pendidikan S2 yang diemban oleh pria berusia 53 tahun ini adalah Hukum Tata Negara di Universitas Mataram pada 2005.
Istri Sumedana bernama Luh Kadek Sustiningrum, Sumedana dan istri memiliki dua anak bernama Gede Adhie Yudisthira dan Made Swi Laksmini.
Jejak Karier
Jejak karier Sumedana di Kejaksaan dimulai 1998 hingga sekarang dengan posisi sebagai berikut.
- Staf TU di Kejaksaan Negeri Praya, Lombok
- Kasi Saspol Kejaksaan Tinggi NTB
- Kasi Penuntutan Kejaksaan Tinggi NTB
- Koordinator Kejaksaan Tinggi Jawa Timur
- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mataram
- Kepala Kejaksaan Negeri Bantul Yogyakarta
- Kepala Kejaksaan Negeri Gianyar, Bali,
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 5 tahun. Selama bertugas di KPK, Sumedana menjadi penyelidik, penyidik, dan penuntut serta pernah menjadi Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penuntutan di KPK.
- Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung
Kasus yang Ditangani
Beberapa kasus yang pernah ditangani oleh Kepala Kajati Bali ini di antaranya:
- Kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar yang melibatkan Aulia Pohan, besan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2003.
- Kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) di berbagai wilayah Indonesia yang melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno.
- Kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo.
Pansel diminta coret peserta bermasalah
Panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan dan dewan pengawas KPK telah dibentuk untuk memilih para calon pemimpin lembaga antirasuah itu.
Terkait itu, eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap mewanti-wanti kesembilan Pansel Capim KPK untuk benar-benar memilih para pimpinan yang berintegritas.
"Tentu Presiden (Jokowi) ingin meninggalkan legasi dalam pemberantasan korupsi dengan terpilihnya pimpinan KPK yang terbaik dan berintegritas," kata Yudi dalam keterangannya, Jumat (31/5/2024).
Menurutnya, Pansel ini akan mendapatkan ujian dalam proses seleksinya nanti. Salah satunya adalah dengan berani mencoret calon pemimpin yang bermasalah.
"Keberanian untuk mencoret calon pimpinan bermasalah akan menjadi ujian bagi pansel yang tentu akan dilihat oleh masyarakat," ucapnya.
Di sisi lain, Yudi masih percaya orang-orang terpilih ini bisa melaksanakan tugasnya secara benar dan transaparan di tengah kondisi KPK yang disebutnya sedang tidak baik-baik saja.
"Ini sudah point positif namun yudi memahami bahwa ditengah masyarakat masih ada keraguan akibat trauma pemilihan pimpinan KPK sebelumnya yang membuat KPK saat ini minim prestasi dan lebih banyak kontroversi," tuturnya.
Untuk itu, Yudi menyampaikan tiga kriteria penting yang harus dipedomasi Pansel ini dalam memilih Capim KPK. Pertama, tidak bermasalah dari sisi integritas dan tidak menjadi masalah baru ketika menjadi pimpinan KPK.
"Kedua dipercaya akan mampu meningkatkan kepercayaan publik dan ketiga, dipercaya akan meningkatkan kinerja KPK dan berprestasi dalam memberantas korupsi," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Selain akan menyeleksi pimpinan KPK, Pansel tersebut juga akan memilih anggota Dewan Pengawas KPK.
"Presiden sudah menandatangani Keppres tentang pembentukan Pansel KPK jadi memang benar bahwa presiden sudah menandatangani, lengkapnya adalah tentang panitia seleksi pimpinan dan Dewas KPK jadi ini satu panitia pimpinan KPKdan juga anggota dewan pengawas," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Gedung Sekretariat Negara, Kamis, (30/5/2024).
Total ada 9 nama yang dipilih Jokowi untuk mengisi Pansel KPK. Kesembilan nama tersebut yakni :
1. M Yusuf Ateh (Kepala BPKP)
2. Ivan Yustiavandana (Kepala PPATK)
3. Taufik Rachman (Unair)
4. Nawal Nely (Profesional)
5. Ambeg Paramarta (Kemenkumham)
6. Arief Satria (Akademisi)
7. Rezki Sri Wibowo (TII)
8. Elwi Danil (Andalas)
9. Prof Ahmad Erani Yustika
Pansel KPK tersebut diketuai oleh Yusuf Ateh dan Wakil Ketua Arief Satria. Pratikno mengatakan bahwa Pansel di ketua oleh perwakilan dari pemerintah sesuai dengan PP Nomor 4 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengangkatan Ketua dan Dewas KPK.
"Di situ disebutkan ketuanya dari unsur pemerintah pusat," katanya. Pratikno mengatakan dari sembilan nama tersebut, lima diantaranya berasal dari unsur pemerintah.
Sementara 4 lainnya dari profesional atau kalangan masyarakat. Pratikno tidak menjawab mengenai pertimbangan dipilihnya sembilan nama tersebut. "Ya pertimbangannya banyak," pungkasnya.