Tuntaskan Kasus Korupsi Pengadaan Sarana Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Yapto Eko Prahasta | Senin, 25 November 2024 - 10:27 WIB


Sejak penggeledahan ruangan kerja Sekjen DPR, Indra Iskandar tidak ada langkah selanjutnya yang dilakukan KPK. Tak ada semacam temuan dari penggeledahan yang dilakukan.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Peneliti Formappi, Lucius Karus. (Forum Keadilan)

Jakarta - Belum diumumkan dan ditahannya tersangka dari dugaan kasus korupsi pengadaan sarana kelengkapan Rumah Jabatan Anggota DPR pada medio 2020 oleh KPK, masih menimbulkan pertanyaan dibeberapa kalangan.

Padahal, sebelumnya KPK telah menyampaikan adanya tersangka dan melakukan pencegahan ke luar negeri.

“Memang agak aneh saja dengan proses penyelidikan KPK dalam kasus korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR. Rasanya begitu lamban, bahkan cenderung semakin tak jelas,” kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus kepada Majalah FIVE.

Ia menjelaskan, sejak penggeledahan ruangan kerja Sekjen DPR, Indra Iskandar tidak ada langkah selanjutnya yang dilakukan KPK. Tak ada semacam temuan dari penggeledahan yang dilakukan.

“Seolah-olah aksi penggeledahan itu hanya drama saja. Drama untuk memberitahukan kepada DPR bahwa KPK masih ada dan bisa menerobos masuk DPR,” ujarnya.

Alasan KPK bahwa semuanya masih dalam proses yang semestinya sulit untuk diterima begitu saja. Karena semakin lama proses yang dijalankan tanpa kepastian akan merugikan banyak pihak, mulai dari bakal calon tersangka hingga publik yang berharap pada KPK untuk memberantas korupsi.

“Tak salah jika ada yang menduga KPK "masuk angin" dalam proses pengusutan korupsi pengadaan di DPR ini. Semakin kesini, performa dan kepercayaan terhadap KPK memang kian menurun. Itu disebabkan karena langkah-langkah KPK dalam pengusutan kasus yang semakin meragukan. Proses pengusutan kasus pengadaan DPR ini salah satu yang membuat kita ragu dengan langkah KPK ini,” jelasnya.

Padahal, sambung Lucius penting sekali ketegasan KPK mengusut kasus ini untuk kepentingan DPR di periode yang baru saat ini. Jika dugaan korupsi pengadaan rumah dinas sudah benderang, mestinya ada alasan untuk menuntut pembatalan tunjangan rumah dinas anggota DPR yang sekarang sudah tak lagi ramai dibahas.

“Tunjangan perumahan ini nampaknya punya keterkaitan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan yang diusut KPK. Nampak bahwa tunjangan perumahan anggota DPR menjadi bonus agar DPR dengan kuasanya bisa menghentikan proses penyelidikan yang dilakukan KPK. Karena bisa jadi dugaan korupsi pengadaan di DPR mungkin saja melibatkan anggota DPR di periode lalu,” terangnya.

“Itu hanya dugaan saja. Dugaan ini tentu akan semakin terkonfirmasi jika tak ada perkembangan signifikan atas pengusutan korupsi pengadaan fasilitas rumah jabatan DPR,” kata Lucius.

Sekjen DPR, Indra Iskandar saat diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi
pengadaan Sarana Kelengkapan Rumah Jabatan Anggota DPR. (Antara)

Perjalanan kasus

Menelisik singkat dari mencuatnya dugaan kasus korupsi pengadaan sarana kelengkapan Rumah Jabatan Anggota DPR tahun anggaran 2020 ini diumumkan KPK pada Jumat (23/2/2024).

Saat itu, KPK menyampaikan peningkatan status perkara ke tahap penyidikan sudah disetujui oleh pimpinan KPK, pejabat struktural di Kedeputian Penindakan KPK, serta penyidik dan penuntut di KPK.

Berdasarkan Undang-Undang KPK, setiap perkara yang telah masuk ke tahap penyidikan akan selalu diikuti dengan penetapan tersangka. Namun, pengumuman identitas tersangka beserta pasal yang dikenakan dan kronologi perkara akan disampaikan saat konferensi pers terkait dengan penahanan.

Serangkaian kegiatan juga dilakukan KPK untuk mengumpulkan alat bukti dengan menggeledah ruang kerja Sekjen DPR, Indra Iskandar, Selasa (30/4/2024).

Dalam konteks penyidikan tersebut, tim penyidik KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, terkait lelang pengadaan perlengkapan rumah dinas anggota DPR RI pada tahun anggaran 2020.

Indra menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/3), selama kurang lebih 6 jam, mulai 08.30 hingga 14.28 WIB.

Langkah serupa juga dilakukan oleh penyidik KPK terhadap Hiphi Hidupati, yang merupakan PNS di Sekretariat Jenderal DPR, serta Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR.

Sebanyak tujuh orang juga dicegah KPK dalam kasus ini. Mereka yakni Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati, Dirut PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni, Project Manager PT Integra Indocabinet Andreas Catur Prasetya, dan pihak swasta Edwin Budiman.

Bahkan, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK ke PN Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2024).

Gugatan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penyitaan ini teregister dengan nomor perkara 57/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.

Dalam gugatan ini, Indra mempersoalkan status tersangka dugaan korupsi Pengadaan Sarana Kelengkapan Rumah Jabatan Anggota DPR.

Sekjen DPR ini menjadi tersangka sebagaimana Surat Perintah Penyidikan (Spindik) Nomor: Sprin.Dik/13/DIK.00/01/01/2024, tanggal 19 Januari 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: B/41/DIK.00/23/01/2024 tertanggal 22 Januari 2024.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Indra Iskandar bersama-sama Hiphi Hidupati, Tanti Nugroho, Juanda Hasurungan Sidabutar, Kibun Roni, Andrias Catur Prasetya, Edwin Budiman, dan kawan-kawan sebagai tersangka.

Nilai proyek Rp 120 miliar

Dalam dugaan kasus korupsi ini, KPK mengatakan total proyek yang sedang diusut berkisar Rp120-an miliar. Jika merujuk pada LPSE DPR periode 2020, ada empat proyek yang diadakan.

Proyek Pengadaan Kelengkapan Sarana Rumah Jabatan Anggota DPR RI Kalibata Blok A dan B. Nilai pagu paket Rp 39.730.600.000, Nilai HPS paket Rp 39.727.710.000. Pemenang tender PT Dwitunggal Bangun Persada dengan harga penawaran Rp 38.928.186.000.

Proyek Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok C dan D. Nilai pagu paket Rp 37.744.100.000, Nilai HPS paket Rp 37.741.324.500. Pemenang tender PT Haradah Jaya Mandiri dengan harga penawaran Rp36.797.807.376.

Proyek Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok E dan F. Nilai pagu paket Rp 33.991.800.000, Nilai HPS paket Rp 33.989.263.000. Pemenang tender PT Paramitra Multi Prakasa dengan harga penawaran Rp32.863.600.000.

Proyek Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Ulujami. Nilai pagu paket Rp 9.963.500.000, Nilai HPS paket Rp 9.962.630.700. Pemenang tender PT Hagita Sinar Lestari Megah dengan harga penawaran Rp9.752.255.700.

“Penyidikan masih berjalan. Tidak ada penghentian perkara. Penetapan tersangka tidak ada masalah. Sesuai dengan surat perintah penyidikan yang sudah diterbitkan,” kata Tessa Mahardhika Sugiarto, juru bicara KPK kepada Majalah FIVE.