Revisi RUU MK Resmi Disahkan Jadi UU, Menteri Yasonna : Agar Peran MK Bisa Maksimal

Yapto Prahasta Kesuma | Rabu, 02 September 2020 - 12:42 WIB


Menkumham Yasonna Laoly, mengatakan, RUU ini telah diselesaikan pembahasannya di tingkat pertama, dengan semua memberikan persetujuan, pada 31 Agustus lalu.
Pemain Garuda Select, David Maulana Foto : Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Jakarta - Rapat Paripurna DPR resmi mengesahkan tentang perubahan ketiga terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilaksanakan di dalam rapat yang digelar Selasa (1/9). 

Pengesahan itu dihadiri Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sementara rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. 

Sebelum keputusan itu diambil, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU MK, Adies Kadir, menjelaskan proses dari awal hingga pengambilan persetujuan yang semakin intensif dilaksanakan sejak 25 Agustus lalu. Dijelaskannya, seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah telah menyetujui substansi RUU itu untuk dibawa untuk pengesahan di Rapat Paripurna.

Selanjutnya, mewakili Pemerintah, Menkumham Yasonna Laoly, mengatakan, RUU ini telah diselesaikan pembahasannya di tingkat pertama, dengan semua memberikan persetujuan, pada 31 Agustus lalu.

Dengan disahkannya RUU ini, maka bisa menjadi landasan yuridis dari kerja serta organisasi MK, termasuk soal pengajuan, pengangkatan, hingga pemberhentian para hakim MK yang lebih baik, proporsional, dan konstitusional.

Pemerintah, kata Yasonna, berharap ketentuan baru ini adalah wujud kepastian kemerdekaan para hakim MK dalam membuat keputusan sebagai salah satu bagian dari pelaku kekuasaan kehakiman. Namun di saat bersamaan juga harus dipastikan kemerdekaan kekuasaan kehakiman ini harus diatur agar bebas dari tirani yudikatif.

“Oleh karena itu, pengaturan mengenai jaminan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai the sole interpreter and the guardian of the constitution, mutlak diperlukan agar peran MK sebagai penafsir tunggal bisa maksimal sesuai harapan para pencari keadilan,” kata Yasonna.

Pokok materi yang diatur di dalam RUU MK antara lain adalah batas usia minimum dan maksimum hakim MK; persyaratan hakim MK yang berasal dari lingkungan peradilan MA; batas waktu pemberhentian hakim konstitusi karena berakhir masa jabatannya; anggota majelis kehormatan MK yang berasal dari akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum; legitimasi hakim MK yang sedang menjabat terkait dengan perubahan UU ini.

Ditegaskan Yasonna, Presiden Jokowi menyatakan setuju dengan perubahan ketiga atas UU MK tersebut.

"Presiden menyatakan setuju terhadap RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 24 tahun 2003 tentang MK untuk disahkan menjadi undang-undang," ujarnya.