Jakarta - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengatakan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan selama bulan puasa. Namun, mekanisme pembagian MBG akan sedikit berbeda daripada hari-hari biasanya.
"Mekanismenya berbeda seperti hari biasa, di mana kita akan berikan makan bergizi itu untuk dibawa pulang. Jadi untuk yang puasa bisa dimakan saat buka. Untuk yang tidak puasa bisa dimakan sembunyi di sekolah atau di rumah. Jadi bentuk makanannya, bentuk makanan yang tahan lama," kata Dadan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (24/2).
Adapun menu makanannya kemungkinan susu, telur rebus, kurma, kue kering fortifikasi, buah, dan lain-lain sebagainya. Sesekali juga akan disediakan bubur kacang ataupun kolak yang memiliki protein, karbohidrat, dan serat yang sama seperti menu makan siang.
"Contohnya susu telur rebus, kurma, kemudian kue kering fortifikasi, buah, dan lain-lain. Mungkin juga sesekali ada bubur kacang hijau, atau kolak. Intinya yang jelas sumber komposisi gizinya tetap, di mana di situ ada protein, karbohidrat, dan ada serat," jelasnya.
Nantinya para siswa akan disediakan kantong untuk membawa makanan dari sekolah ke rumah. Nah setiap hari, kantong itu akan dikembalikan ke sekolah.
"Nanti anak-anak diberi makanan yang dibawa dengan kantong untuk dimakan di rumah. Kemudian, esoknya kantongnya harus dibawa kembali ditukar dengan kantong yang ada isinya, sehingga tidak menimbulkan sampah dan melatih juga anak-anak supaya disiplin," ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto meninjau pelaksanaan Program MBG di SDN Kedung Jaya 1 di Kota Bogor.
Keracunan dan belatung di menu BGN
Merespon berbagai persoalan terkait Program MBG, seperti kasus keracunan yang menimpa sejumlah anak usai mengonsumsi MBG, Dadan menjelaskan, hal tersebut disebabkan oleh masalah teknis.
Menurutnya beberapa orang yang terlibat dalam pengolahan makanan belum terbiasa menyediakan makanan dalam jumlah besar, ditambah kurangnya pelatihan yang memadai.
"Itu memang hal-hal yang teknis, yang ini harus dimaklumi. Kenapa? Karena waktu kami melakukan uji coba, ibu-ibu yang biasa masak di rumah untuk 5 orang, begitu masak untuk 1.000 orang dan 3.000 orang, butuh waktu tiga bulan sampai dia betul-betul bisa dengan kematangan yang benar, dengan rasa yang pas, karena itu tidak mudah," ungkapnya.
Oleh karena itu, Dadan menyarankan pihak yang ingin terlibat dalam program MBG dan menjadi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mulai secara bertahap dari skala kecil terlebih dahulu. Hal ini demi memastikan penyediaan makanan untuk MBG terlaksana dengan baik.
Dadan juga menyebut banyaknya katering yang menemukan hal-hal tidak terbiasa usai bergabung sebagai mitra program MBG. Beberapa katering disebut kewalahan dalam menjalankan tugasnya.
"Karena mereka tidak pernah mencuci ompreng, jadi mereka akhirnya mencuci sampai 14 jam. Kami yang sudah pengalaman, tahu tips and triknya, sehingga mereka yang sudah biasa di katering pun, harus kita kasih tahu bahwa mencuci omprengnya seperti itu," tambahnya.
Dadan mengakui program MBG memang masih perlu dievaluasi oleh Pemerintah. Ia lalu menyebut setiap kali ada kejadian berkaitan dengan MBG maka pihaknya langsung berupaya mencarikan solusi.
Isu lain yang direspons Dadan adalah penemuan ulat pada menu MBG di Sumatera Selatan. Menurut Dadan, hal itu tidak seharusnya terjadi karena ulat tersebut sampai keluar ke ompreng atau wadah tempat makanan.
"Ya, contoh kemarin ada misalnya kasus belatung di Palembang. Saya ahli entomologi, paham betul. Tidak mungkin belatung hidup di luar omprengnya," imbuh Dadan.
Atas kejadian ini, BGN memerintahkan untuk meningkatkan SOP demi memastikan pengawasan terhadap MGB. Saat ini setiap kali makanan akan dikirim maka harus ada dokumentasi berupa foto dan video.
"Nah, sekarang ditambah lagi SOP-nya. Setiap kali mau mengirim makanan, divideokan semuanya, foto semuanya. Karena kok tiba-tiba begitu sampai di sekolah, kenapa ada ompreng yang ada belatungnya," tambah dia.
"Itu hal yang tidak normal yang sudah mulai terjadi. Itu meningkatkan SOP kami setiap hari, dan kami selalu pagi hari melakukan pelayanan, sorenya langsung rapat bersama seluruh Indonesia. Jadi ini program yang sangat terkontrol," tegas Dadan.
Menurutnya, BGN telah memeriksa sampel makanan di SPPG dan memastikan tidak ada ulat. Kalau pun ada maka seharusnya ulat tersebut mati.