Jakarta - Perencanaan tata ruang wilayah menjadi salah satu masalah tersendiri dalam pembangunan yang disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan pemanfaatan lahan. Oleh karena itu, perencanaan tata ruang menjadi hal yang penting bagi setiap wilayah sebagai regulasi yang menjadi pedoman dalam penataan ruang dan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan.
Hal ini disampaikan Ketua Komite I DPD RI, Andi Sofyan Hasdam dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pakar Tata Ruang di Ruang Sriwijaya, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 17/04/2025.
Andi Sofyan menjelaskan pada perkembangannya, praktek penataan ruang dan pemanfaatan ruang pasca terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai mengalami resentralisasi dalam perencanaan dan penataan ruang. Selain aspek kewenangan pemerintahan, realitas juga menunjukkan bahwa munculnya permasalahan lingkungan seperti bencana alam di beberapa daerah diduga karena adanya kebijakan yang terindikasi pelanggaran tata ruang. Pesatnya perkembangan kawasan dan pelaksanaan program strategis nasional berdampak pula bagi masyarakat dan lingkungan.
“Untuk itu, DPD memandang bahwa penataan ruang menjadi instrumen hukum yang sangat penting untuk menjamin dan mengharmoniskan berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang, baik kepentingan pembangunan ekonomi, sosial, budaya, maupun kepentingan ekologi dalam arti yang luas, sehingga kami mengagendakan pembahasan inventarisasi materi pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komite I DPD RI, Sudirman Haji Uma menekankan perlu nya untuk melibatkan badan riset dan geologi dalam mengelola tata ruang, sehingga hasil riset akan dijadikan landasan untuk menentukan tata ruang yang cocok untuk suatu wilayah.
“Dalam rencana pembangunan, mutlak dan wajib. Melibatkan badan riset dan geologi. Namun pertanyaannya, bagaimana mendefinisikan apa yang dibutuhkan oleh zona-zona itu tanpa menghadirkan badan riset dan geologi, sedangkan biaya riset itu tidak murah. Jika hanya sekedar justifikasi formalitas semata, apakah dapat dijadikan landasan dalam rencana tata ruang,” jelas Sudirman.
Pakar Tata Ruang, Dwi Hariyawan menjelaskan penataan ruang diperlukan karena saat ini ruang sangat terbatas, sedangkan jumlah populasi meningkat. Penataan ruang dilakukan agar terjadi keseimbangan baik ekonomi, sosial maupun aspek kehidupan lainnya. Namun, realisasinya dalam pelaksanaan kerap berbeda dengan peraturan.
“Bagaimana melakukan pengendalian dan pemanfaatan tata ruang secara konsisten. Supaya tidak ada pelanggaran dan tercapai tujuan, yaitu menciptakan ruang yang aman, produktif, nyaman dan tidak ada ancaman bencana alam atau bencana sosial lainnya. Tata ruang harus menyisakan ruang hijau untuk masa depan anak cucu, sehingga dalam pelaksanaan nya perlu melibatkan banyak sektor tidak hanya ATR/BPN. Ini yang perlu disepakati bersama,” ujar mantan Direktur Jendral Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN.
Ia menambahkan, proses menyusun rencana tata ruang, tidak hanya memikirkan physical planning, tapi juga bagaimana ekologi dan ekonomi berjalan, sehingga menghasilkan tata ruang yang berkualitas.