Jakarta - Anggota Komite III DPD RI Lia Istifhama, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) agar mampu menghadirkan sistem pendidikan yang lebih inklusif, berkeadilan, serta mampu melindungi semua pihak, terutama guru dan peserta didik.
Pernyataan ini ai sampaikan dalam Forum Legislasi bertema “RUU Sisdiknas untuk Sistem Pendidikan yang Inklusif dan Berkeadilan” yang digelar di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Menurut Lia, saat ini masih banyak permasalahan lapangan yang belum diakomodasi dalam kebijakan pendidikan, salah satunya soal ketimpangan akses sekolah inklusif bagi penyandang disabilitas. “Di Surabaya misalnya, jumlah kelas inklusi sangat bergantung pada laporan masyarakat. Jika tidak ada pelaporan anak disabilitas, maka tidak ada kelas inklusif. Ini jadi persoalan serius,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi langkah Kemendikbudristek yang berkomitmen menjaga pagu sekolah negeri agar tidak melebihi kapasitas. Namun, ia berharap prinsip keadilan juga diterapkan untuk pendidikan tinggi swasta. “PTN bisa menambah pagu dengan leluasa, bagaimana dengan PTS? Ini perlu keadilan juga,” kata Lia.
Dalam hal penganggaran, Lia menyoroti perlunya keselarasan antara program dan kondisi aktual. Ia menilai RUU Sisdiknas harus menyesuaikan dengan realitas zaman, termasuk perkembangan digital dan rendahnya literasi digital siswa. “Digitalisasi harusnya jadi kemudahan, bukan beban. Tapi kenyataannya, guru malah dibebani laporan berlebihan yang menyita waktu dan energi mereka,” tambahnya.
Lia juga menyampaikan pengalaman pribadinya saat menjadi dosen, termasuk kehilangan tunjangan sertifikasi guru selama masa pandemi. “Saya merasakan sendiri dampaknya. Tunjangan guru tidak cair hingga 10 bulan. Ini harus jadi bahan evaluasi agar tidak terulang,” jelasnya.
Soal perlindungan guru, ia mengingatkan agar regulasi ke depan tidak membuat profesi guru semakin rentan. “Banyak guru yang dilaporkan dan bahkan dipecat karena tuduhan yang tidak proporsional. Jangan sampai power guru untuk mendidik hilang. Revisi UU Sisdiknas harus menjamin perlindungan ini,” tegasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan magang siswa, terutama di SMK, yang kerap menghadapi risiko pelecehan dan eksploitasi. “Kita bicara SMK bisa, tapi jangan lupa banyak siswa magang yang jadi korban kekerasan atau pelecehan. Harus ada sanksi yang jelas bagi lembaga yang melanggar,” tegas Lia.
Lia juga menyinggung pentingnya regulasi yang detail terkait Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Ia berharap PPG tidak lagi menimbulkan polemik atau judicial review akibat aturan yang tidak adil atau tidak transparan. “Harus ada payung hukum yang tegas dan teknis. Jangan hanya prosedur tanpa kepastian perlindungan,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Lia menyampaikan harapan agar revisi UU Sisdiknas benar-benar mewakili realitas pendidikan nasional dan memperkuat komitmen semua pihak untuk menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.
“Mari kita wujudkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Dari sinilah generasi emas akan tercipta,” pungkasnya.